Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menurunkan target pembangunan pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (MW) menjadi 16 ribu MW sampai 2019. Apabila PT PLN (Persero) dipaksa tetap membangun kapasitas listrik sesuai perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), maka perusahaan itu akan menanggung kelebihan bayar hingga US$ 10,67 miliar atau Rp 150,45 triliun (Estimasi kurs: 14.100 per dolar AS).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli usai Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Senin (7/9/2015) menegaskan, pemerintah harus realistis dalam mengejar target pembangunan listrik 35 ribu Mw dalam waktu 5 tahun ke depan.
"Setelah dibahas kapasitas listrik 35 ribu Mw tidak akan dicapai dalam 5 tahun. Tapi 10 tahun bisa lah. Setelah dievaluasi, maka yang harus selesai dalam 5 tahun sebesar 16 ribu Mw. Sisanya dapat dilanjutkan pembangunannya dalam kurun waktu 5 tahun berikutnya," ujar Rizal.
Dia beralasan, jika megaproyek 35 ribu Mw direalisasikan dalam waktu 5 tahun, maka PLN akan mengalami kelebihan kapasitas (idle) 21.331 Mw dengan beban puncak mencapai 74 ribu Mw di 2019.
Rizal pun menambahkan, PLN juga akan mengalami gangguan keuangan, karena harus membeli listrik dari pihak swasta dengan nilai 72 persen baik dipakai maupun tidak.
"Apapun yang dihasilkan listrik swasta, PLN harus bayar 72 persennya atau US$ 10,673 miliar, mau dipakai atau tidak listriknya. Kalau begini, keuangan PLN bisa bermasalah, jadi perlu suntikan modal lagi," tegas Rizal.Â
Seperti diketahui, Rizal Ramli menurunkan target pembangunan kapasitas listrik 35 ribu megawatt (Mw) menjadi 16 ribu Mw sampai dengan 2019. "Setelah dibahas kapasitas listrik 35 ribu Mw tidak akan dicapai dalam 5 tahun. Tapi 10 tahun bisa lah," ujar Rizal.
Dia beralasan, jika megaproyek 35 ribu Mw direalisasikan dalam waktu 5 tahun, maka PLN akan mengalami kelebihan kapasitas (idle) 21.331 Mw dengan beban puncak mencapai 74 ribu Mw di 2019. Rizal pun menambahkan, PLN juga akan mengalami gangguan keuangan, karena harus membeli listrik dari pihak swasta dengan nilai 72 persen baik dipakai maupun tidak.
"Jadi setelah dievaluasi betul-betul, maka yang harus selesai dalam 5 tahun sebesar 16 ribu Mw. Itupun PLN sudah melakukan pekerjaan besar," papar dia.
Sisanya 19 ribu Mw, kata Rizal, dapat dilanjutkan pembangunannya dalam kurun waktu 5 tahun berikutnya. Sehingga dia mengubah nama proyek listrik 35 ribu Mw menjadi Proyek Percepatan Pembangunan dan Diversifikasi (PPD) Listrik.
"Jadi kita memang harus realistis bahwa 5 tahun ini cuma bisa bangun 16 ribu Mw. Jadi kami lebih senang menyebut proyek ini PPD Listrik. Tapi kita juga tidak bisa langsung memaksa PLN pindah ke pembangkit bersumber dari energi terbarukan karena harganya mahal. Kalau dadakan, PLN bisa mengalami masalah," terang dia. (Fik/Gdn)
Dipaksa Bangun Listrik 35 Ribu MW, PLN Bisa Rugi Rp 150 Triliun
PLN juga akan mengalami gangguan keuangan, karena harus membeli listrik dari pihak swasta dengan nilai 72 persen.
Advertisement