Sukses

Menkeu Tolak Tutup Rugi Pertamina dengan Dana APBN

Kerugian Pertamina diakibatkan karena subsidi BBM yang diperintahkan pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku akan mencari cara untuk menutup kerugian PT Pertamina (Persero) yang sudah membengkak menjadi Rp 13,2 triliun akibat tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Premium dan Solar sejak April 2015 lalu. Hanya saja, dana itu bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Demikian ditegaskan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro usai Raker RUU APBN 2016 di Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/9/2015). "APBN dari mana? Tidak ada," tegas dia.

Saat ditanyakan lebih lanjut perihal apakah Pertamina bisa menaikkan harga jual BBM untuk menambal kerugian tersebut. Menkeu berjanji akan berupaya mencari jalan keluarnya. Tapi dia masih bungkam cara apa yang akan digunakan. "Nanti ada caranya. Pokoknya ada lah," kata Bambang.

Sementara itu, Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, kerugian Pertamina diakibatkan karena subsidi BBM yang diperintahkan pemerintah.

"Jadi kerugian itu harusnya dikompensasi lewat anggaran yang ditambahkan. Mungkin di APBN Perubahan kedua atau dianggarkan pada APBN 2016 yang nanti dibayarkan belakangan. Yang penting tidak lewat harga BBM yang tidak mau diturunkan, cetus dia.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim total kerugian Pertamina akibat tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Premium dan Solar sejak April membengkak menjadi Rp 13,2 triliun. 

Direktur Pembinaan dan Program Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi mengungkapkan, Pertamina tetap mempertahankan harga jual BBM karena kesepakatan antara pemerintah dan Komisi VII DPR untuk mengevaluasi perkembangan harga minyak dunia serta kurs rupiah selama 6 bulan sekali.

"Pada saat melaksanakan penyesuaian BBM ini telah terjadi kekurangan bayar atau rugi Rp 13,2 triliun sampai Agustus 2015 karena harga BBM tetap Rp 7.300 dan Solar Rp 6.900 per liter. Ini adalah bulan jatuh tempo evaluasi, tapi kita masih sepakat di harga lama," terang dia.

Seharusnya, kata Agus, harga BBM Premium di September 2015 naik menjadi Rp 7.700 per liter akibat depresiasi kurs rupiah, fluktuasi harga minyak dunia yang sudah naik lagi, dan tambahan biaya-biaya lain.

"Harga minyak susah diprediksi karena sekarang mulai naik lagi sampai US$ 50 per barel. Perhitungannya BBM untuk sampai ke Indonesia butuh banyak biaya, seperti ada tambahan ongkos khusus Premium lebih dari Rp 800. Jadi ketemu itungannya Rp 7.700," terang dia.

Menurutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mencari cara untuk menutup kerugian tersebut karena Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak boleh merugi. Hanya saja, kata Agus, anggaran untuk menambal rugi itu tidak boleh menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Jalan instannya memang naikkan harga BBM dan aksi korporasi ditanggung BUMN. Karena BUMN kan milik negara. Makanya saya tidak bisa bicara apakah harga BBM tetap tidak bisa naik di bulan ini. Yang jelas periode September ini masih sama harganya," tegas dia. (Fik/Gdn)