Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Anggaran DPR (Banggar) DPR RI, Ahmadi Noor Supit kesal dengan lambannya penyerapan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara Perubahan (APBN-P) 2015 oleh pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang nyaris Rp 2.000 triliun.
Penyerapan anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) sampai saat ini masih minim, bahkan rata-rata untuk Kementerian di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian baru 34,7 persen.
"Setiap uang di APBN adalah uang rakyat. Masa APBN sampai Rp 2.000 triliun tidak berpengaruh ke kemiskinan dan pengangguran," kata dia ketus saat Rapat Kerja RUU APBN 2016 di Gedung Banggar DPR, Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Kekesalannya memuncak ketika menyebutkan data bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia memiliki kualitas yang buruk meski realisasinya menempati posisi kedua di dunia. Kondisi tersebut sangat berbeda jauh dengan era Orde Baru.
"Pertumbuhan ekonomi kita memang nomor dua di dunia, tapi kualitasnya jelek sekali. Saat Orde Baru, setiap 1 persen pertumbuhan, ada 400-700 ribu lapangan kerja. Tapi sekarang saat zaman Bu Armida (Kepala Bappenas) hanya 120 ribu, lalu ada perbaikan 220 ribu lapangan kerja," terang Ahmadi.
Dia menilai, kualitas pertumbuhan ekonomi buruk karena selama ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga, bukan investasi. Ahmadi berharap, pemerintah Jokowi dapat memperbaiki sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Salah satunya memacu penyerapan anggaran, termasuk percepatan pencairan dan penggunaan dana desa.
"Padahal belum pernah ada APBN membiayai Provinsi dan Kabupaten. Dan ini sebenarnya sangat bagus, tapi penyerapannya justru masih jelek, belum berdampak apa-apa ke rakyat. Uang desa harus cair dan jangan ribet pelaksanaannya," tegasnya.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 27,73 juta orang pada September 2014. Sementara angka pengangguran bertambah 300 ribu orang menjadi 7,45 juta orang pada Februari 2015 dari realisasi periode sama tahun lalu sebanyak 7,15 juta orang.
Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Bappenas Rahma Iryanti memasukkan target pembangunan atau indikator kesejahteraan dalam RAPBN 2016, meliputi tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran dan rasio ketimpangan pendapatan (gini ratio).
Rahma menyebut, tingkat kemiskinan ditargetkan merosot menjadi 9 persen sampai 10 persen pada 2016. Gini ratio dipatok 0,39 dan tingkat pengangguran terbuka menurun jadi 5,2 persen. Sedangkan tingkat kemiskinan di APBN-P 2015 disepakati di level 10,3 persen, tingkat pengangguran 5,6 persen dan gini ratio turun 0,40. (Fik/Gdn)
Percepat Penyerapan Anggaran, DPR Minta Dana Desa Segera Cair
Kualitas pertumbuhan ekonomi buruk karena selama ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga, bukan investasi.
Advertisement