Sukses

Intrik Politik Kalahkan Paket Kebijakan Jokowi, Rupiah Loyo

Faktanya, kurs rupiah dan pasar saham masih saja tertekan seolah tak menggubris paket kebijakan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Paket kebijakan ekonomi tahap pertama yang sudah dirilis Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejatinya diharapkan dapat menumbuhkan kembali kepercayaan pelaku pasar terhadap pemerintahan ini. Faktanya, kurs rupiah dan pasar saham masih saja tertekan seolah tak menggubris paket kebijakan tersebut.

‎Menurut Direktur PT Bank Mandiri Tbk, Kartiko Wirjoatmodjo menilai paket kebijakan ekonomi dari pemerintah saat ini sudah lebih terarah. Terlebih sejak perombakan kabinet (reshuffle), di mana pemerintah lebih realistis memandang perekonomian global dan nasional.

"Dolar AS masalah sentimen, sebenarnya nilai mata uang jatuh karena menyesuaikan dengan daya beli masyarakat yang turun. Tapi paket kebijakan ekonomi sekarang sudah terarah, sebab sejak reshuffle, pemerintah jauh lebih realistis memasang target ekonomi. Dulu kan over realistis, sehingga akhirnya disesuaikan," jelas dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (10/9/2015).

‎Menurut mantan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu, ‎gerak pemerintahan saat ini mengalami tantangan cukup berat, karena ada tekanan perlambatan ekonomi dunia dan mengarah pada resetion recycle. Artinya, dikatakan Tiko begitu dia disapa, perekonomian pada suatu masa bakal terkoreksi, tidak melulu bertumbuh.

"Nah sekarang ini saatnya masuk proses koreksi itu. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh positif, belum masuk krisis maupun resesi. Sedangkan Brazil sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi Malaysia dan Thailand terpuruk lebih dalam," terang dia.

Perlambatan ekonomi nasional, tambah Tiko, diperburuk dengan bumbu-bumbu intrik politik yang menambah sentimen negatif para pelaku pasar. Kisruh politik, sambungnya, memperkeruh keadaan.

"Sebenarnya ini murni masalah ekonomi, tapi ditambah bumbu-bumbu politik, jadi makin gaduh suasananya. Investor melihat ini tidak baik," tegasnya.

Lebih jauh dia menuturkan, pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan paket ‎kebijakan deregulasi pada 1988 guna menahan turunnya perekonomian nasional lebih dalam. "Dan itu butuh waktu 6 bulan sampai setahun baru bisa melihat dampaknya. Tidak 2 bulan sampai 3 bulan," ucap Tiko.

Dirinya mengungkapkan, kini saatnya proses penyesuaian terjadi untuk mendapatkan struktur ekonomi lebih baik, perbankan yang kuat. Salah satunya bakal terjadi penyesuaian dari konsumsi masyarakat.

"Waktu itu kan dolar AS murah, kita makan daging, sayur impor, liburan ke luar negeri. Sekarang karena dolar mahal, ada penyesuaian makan daging dan sayur dari lokal untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri," pungkas Tiko.  (Fik/Ndw)