Liputan6.com, Jakarta - PT PLN ((persero) menyatakan bahwa perusahaan tidak menutup kemungkinan untuk kembali memberikan pilihan kepada masyarakat untuk menggunakan sistem pasca bayar dan juga prabayar saat pemasangan instalasi listrik baru.
Sekretaris Perusahaan PLN, Adi Supriono mengatakan, jika pemerintah ingin agar PLN memberikan pilihan kepada pelanggan terkait sistem pembayaran listrik, maka pihaknya siap untuk menindaklanjuti hal ini.
"Mungkin saja (masyarakat untuk memilih pasca bayar dan prabayar). Nanti dilihat, kalau Pak Dirut bilang gitu, mesti ditindaklanjuti, sejauh mana nanti bisa kita penuhi," ujarnya di Gorontalo, Jumat (11/9/2015).
Bahkan dia menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan jika memang ditemukan masalah pada sistem prabayar, maka PLN siap menghapuskan sistem tersebut dan kembali ke sistam lama.
Namun, Adi memastikan bahwa sejauh ini tidak ditemukan masalah terkait sistem prabayar yang membawa kerugian bagi pelanggan. Oleh sebab itu, menurutnya sistem ini bisa terus dijalankan.
"Mungkin saja (sistem prabayar dihapuskan). Tapi kita lihat dari keluhan masyarakat apa, nanti kita perbaiki dari situ. Sejauh ini tidak ada masalah. Sejauh ini tidak ada keluhan. Orang kecil pun bisa beli yang kecil, cuma di situ kena biaya administrasi berkali-kali," lanjut dia.
Meski demikian, Adi mengungkapkan bahwa penghapusan sistem prabayar bukan perkara yang mudah. Pasalnya perubahan dari sistem pasca bayar ke sistem prabayar sebenarnya merupakan bagian dari langkah transparansi dan efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan.
"PLN kan diminta untuk efisien, kalau pakai pasca bayar PLN harus siapkan orang untuk jembatan membaca meter, dan lain-lain. Semua itu pilihan. Dan tergantung teknologi ke depan juga. Tidak tertutup kemungkinan orang mau pakai pasca bayar silahkan. Tapi pasca bayar tetap harus ada depositnya juga. Jadi dari sisi uang yang dikeluarkan sama saja," tandasnya.Â
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli meminta kepada Direktur Utama PLN Sofyan Basyir untuk mengeksekusi dua hal. Yakni, memberantas monopoli listrik di PLN serta menetapkan biaya administrasi maksimal sehingga tidak ada permainan harga dari mafia token listrik.
Rizal Ramli mengungkapkan, ada permainan monopoli di lingkungan PLN yang mewajibkan penggunaan pulsa listrik bagi masyarakat. Hal ini terjadi sejak dulu sampai sekarang.
"Ada yang main monopoli di PLN, itu kejam sekali. Karena ada keluarga yang anaknya masih belajar jam 8 malam, tiba-tiba pulsa habis. Mencari pulsa listrik tidak semudah mencari pulsa telepon," tutur dia.
Setelah memperoleh pulsa listrik, kata Rizal, masyarakat hanya mendapatkan jatah token senilai Rp 73 ribu dari harga token yang harus dibayar Rp 100 ribu.
"Artinya 27 persen disedot provider setengah mafia. Mereka mengambil untung besar sekali. Padahal pulsa telepon saja kalau beli Rp 100 ribu, cuma bayar Rp 95 ribu. Itu kan uang muka, provider bisa taruh uang muka di bank lalu dapat bunga," tegas dia.
Atas dasar itu, dirinya meminta agar PLN memberantas praktik monopoli ini dengan memberikan pilihan kepada pelanggan atau masyarakat, apakah ingin menggunakan meteran listrik atau pulsa listrik.
"Lalu yang kami minta lagi, kalau harga pulsa Rp 100 ribu, maka masyarakat bisa beli listrik Rp 95 ribu. Ada maksimum biaya Rp 5 ribu. Ini akan menolong rakyat kita, jadi tolong dilakukan Pak Sofyan," perintah Rizal. (Dny/Gdn)
PLN Pastikan Listrik Prabayar Tak Rugikan Pelanggan
PLN memastikan bahwa sejauh ini tidak ditemukan masalah terkait sistem prabayar yang membawa kerugian bagi pelanggan.
Advertisement