Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan mengkritik pernyataan PT Pertamina (Persero) yang mengungkapkan bahwa penyebab mahalnya harga avtur karena imbas dari subsidi silang ke bandara-bandara kecil. Apalagi, Pertamina memberi sinyal untuk tidak menyalurkan avtur di bandara kecil.
Jonan mengatakan, seharusnya Pertamina tidak hanya mempertimbangkan untung dan rugi. Namun sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pertamina harus berperan sebagai agen pembangunan bangsa.
"Itu saya pikir pernyataan Pertamina tidak benar. BUMN tidak semata-semata ditujukan mencari keuntungan tapi juga agen pembangunan," tuturnya, Jakarta, Senin (14/9/2015).
Jonan pun meminta Pertamina untuk menurunkan harga avtur. Pasalnya, avtur mengambil porsi besar dari transportasi udara bahkan mencapai 50 persen dari biaya operasional.
"Kalau Pertamina mau cabut saya masukkan yang bukan Pertamina di bandara. Bandara kecil milik Perhubungan hari dipasang instalasi tidak pernah bayar, karena selama ini tidak ada PNBP," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengungkapkan, Pertamina harus memasok avtur ke bandara di seluruh Indonesia.
Sementara di sisi lain, konsumsi avtur di beberapa bandara masih rendah, namun Pertamina tetap harus mengirimkan pasokan meski tak mendapatkan untung banyak.
"Banyak lokasi-lokasi yang rugi karena volume penjualan masih kecil tetapi tetap harus ada," kata Bambang, saat berbincang dengan Liputan6.com.
Bambang juga mengatakan, harga avtur di bandara besar mahal karena adanya subsidi silang dari kerugian yang dialami bandara karena konsumsi avtur rendah.
"Juga akibat adanya subsidi silang dari lokasi-lokasi bandara kecil (Luwuk, Mamuju, Silangit, Pinang Sori, Labuhan Bajo, Berau, dan lain sebagainya) yang masih rugi," tutur Bambang.
Selain itu, pungutan pajak dan pungutan resmi dari pengelola bandara juga membuat harga avtur Pertamina lebih mahal dari beberapa negara di luar negeri.
"Jadi, beberapa bandara besar harga Avtur lebih mahal dari Singapura, Kuala Lumpur (Malaysia) dan Bangkok (walau masih lebih murah dari negara-negara Asean lainnya)," pungkasnya. (Amd/Gdn)