Liputan6.com, Jakarta - Forum Komunikasi Serikat Pekerja atau Serikat Buruh Kabupaten Pasuruan membuat pernyataan bersama atas rencana pemerintah menaikan cukai rokok sebesar 23 persen. Mereka menilai kenaikan cukai yang tinggi akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan orang.
Surat pernyataan tertanggal 16 September 2016 tersebut ditandatangani 13 serikat pekerja yang ada di Kabupaten Pasuruan seperti, FSP RTMM SPSI, SPN, SARBUMUSI, FSP TSK SPSI, dan beberapa lainnya.
Dalam surat pernyataannya, dijelaskan bahwa pemerintah seharusnya bisa mencari sumber-sumber penerimaan negara di bidang lain tanpa harus terus menggenjot cukai tembakau. Bila sampai naik, tak hanya buruh yang di-PHK, namun juga berdampak pada petani tembakau, buruh angkutan, dan masyarakat luas.
Machmudi selaku koordinator Forum Komunikasi Serikat Pekerja atau Serikat Buruh Kabupaten Pasuruan akan menyerahkan surat pernyataan bersama tersebut ke pimpinan Komisi XI DPR. “Kami meminta DPR mau mendengarkan suara kami,” jelasnya, Kamis (17/9/2015).
Untuk diketahui, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, pemerintah menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Sauhasil Nazara menuturkan besaran nilai kenaikan cukai rokok belum final.
Menurut Sauhasil, suara dari industri pasti didengar dan menjadi masukan bagi pemerintah. "Tapi sekali lagi, target penerimaan cukai masih dalam perbincangan di DPR dan keputusannya belum final," katanya beberapa waktu lalu.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah, DPR masih melihat asumsi makro dari rencana kenaikan cukai tersebut. Jika asumsi makro sudah terlihat, baru DPR dan sejumlah pihak terkait akan mengubah postur dari kenaikan cukai itu sendiri. "Jadi saya pastikan postur anggaran dari kenaikan itu belum final," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo mengatakan, kenaikan tersebut tidak tepat di tengah melemahnya daya beli masyarakat akibat belum pulihnya kondisi ekonomi Indonesia.
"Didorong dengan melemahnya daya beli masyarakat, kebijakan kenaikan cukai rokok tidak tepat sasaran. Dampak kebijakan ini akan berpengaruh kepada volume produksi industri dan sangat merugikan pelaku IHT (industri hasil tembakau)," ujarnya.
Menurut dia, kenaikan cukai sebesar 23 persen tersebut tidak adil dan merugikan sektor IHT dari sektor hulu ke sektor hilir. Oleh sebab itu, dia berharap rencana kenaikan ini dibatalkan.
"Ketika pemerintah membebani sektor IHT dengan aturan yang merugikan, industri ini akan terpuruk. Kami akan melawan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada sektor IHT nasional," tegasnya.
Budidoyo menjelaskan, berdasarkan data Universitas Gajah Mada (UGM), pada tahun ini peredaran rokok ilegal telah tumbuh dua kali lipat menjadi 11,7 persen. Dengan kenaikan cukai yang begitu besar pada tahun depan dikhawatirkan justru akan mendongkrak peredaran rokok ilegal tersebut. "Kondisi ini sangat mengancam keberlangsungan industri rokok legal," katanya. (Gdn/Ahm)