Liputan6.com, Jakarta - Apa yang membuat seseorang sukses?. Ada sejumlah faktor yang dapat membantu kesuksesan seseorang termasuk nilai akademis baik, pengalaman kerja solid, dan jaringan yang dapat membantu untuk membuka "pintu". Akan tetapi, ketika Anda menghadapi lapangan, tak hanya faktor itu yang dibutuhkan.Kecerdasan emosional atau emotional intelligence (EI) dapat membuat perbedaan.
Daniel Goleman, seorang psikolog dan mantan reporter New York Times, menulis sebuah buku Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. Goleman mengatakan, ia terinsipirasi dari sebuah artikel dalam jurnal akademis yang ditulis oleh dua psikolog, John Mayer, sekarang di University of New Hampshire, dan Peter Salovey dari Universitas Yale.
Baca Juga
Kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) terdiri dari tiga aspek, umumnya terkait hal-hal yang mempengaruhi pengalaman hidup, interaksi dengan orang lain, dan interaksi dengan lingkungan sekitar kita. Kecerdasan emosi itu antara lain:
Advertisement
EQ adalah kemampuan untuk menyadari dan mengatur emosi diri sendiri;
EQ adalah kemampuan untuk mengenali, dan memahami emosi orang lain; dan
EQ adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara yang efektif, baik secara pribadi maupun profesional dalam berbagai konteks dan peran.
Kecerdasan Emosi di Tempat Kerja
Banyak orang tidak suka dengan emosi marah. Alih-alih mengakui, dan menyikapi kemarahan dengan cara tepat, beberapa orang cenderung untuk menyangkal kemarahan mereka. Penyangkalan ini menyebabkan perilaku pasif-agresif. Misalnya, rekan kerja Anda marah padamu sehingga dia "lupa" memberikan pesan yang penting.
Orang dengan kecerdasan emosi ketika marah dengan seseorang, mereka akan berusaha untuk membahas dan menyelesaikan masalah tersebut. Dengan begini masalah mungkin lebih cepat diselesaikan. EQ terkait dengan komunikasi yang jelas dan efisien, atau sering disebut objektivitas.
Karyawan dengan EQ tinggi lebih produktif karena mereka siap menerima kritik yang membangun dan juga memberikan umpan balik. Sehingga membuat suasana kantor lebih terbuka dan produktif seiring berjalan waktu.
Sementara itu, karyawan dengan EQ rendah lebih cenderung menyalahkan orang lain dan merasa menjadi korban. Sedangkan karyawan dengan EQ tinggi sadar perilaku mereka dapat mempengaruhi tim, sehingga berperilaku lebih supportif.
Jika Anda ingin meningkatkan EQ Anda, maka cobalah mendengarkan orang lain dengan pikiran terbuka. Menerima apa yang mereka katakan, dan ikut merasakan perasaan mereka.
Ketika Anda merasa stres, Anda perlu peduli dengan kondisi tersebut. Cobalah cara-cara untuk mengurangi stres, seperti berjalan-jalan, atau beristirahat sejenak sambil minum air. Pekerjaan tertentu membutuhkan penanganan stres yang berbeda, intinya Anda harus mengidentifikasi cara-cara yang membuat stres Anda berkurang.
Selain meningkatkan kesadaran emosi Anda, gunakanlah isyarat-isyarat non-verbal ketika berkomunikasi dengan orang lain. Perhatikan gestur mereka ketika berbicara. Hal ini akan membuat komunikasi di kantor menjadi lebih mudah, dan Anda akan berada pada jalur untuk meningkatkan kemampuan EQ Anda sendiri. (Ilh/Ahm)