Sukses

Suku Bunga AS Naik atau Bertahan Tetap Lanjutkan Spekulasi

Menko Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan pemerintah akan terus menggenjot investasi sehingga dapat memberikan kepercayaan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengaku ketenangan spekulasi paska keputusan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) mempertahankan tingkat suku bunga di level nol persen hanya akan berlangsung sementara. Spekulasi ini bakal ramai saat rapat dewan Gubernur The Fed digelar kembali.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan laju kurs rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak mendatar menyusul keputusan The Fed usai Federal Open Market Committee (FOMC) pada Jumat (18/9/2015).

"Kalau tingkat bunga dinaikkan atau tidak, dua-duanya tidak terlalu bagus bukan cuma buat Indonesia tapi juga negara lain. Kalau dinaikkan, dampak ke kurs dolar bisa langsung kelihatan tapi tidak akan lama, nanti pasti terjadi penyesuaian," kata dia di kantornya, Jumat ini.  

Darmin menilai, pelaku pasar akan kembali berspekulasi mengenai kenaikan tingkat suku bunga AS (Fed Fund Rate) saat dewan Gubernur Bank Sentral AS menggelar pertemuan untuk mengevaluasi data perekonomian negaranya dan menentukan kebijakan suku bunga.

"Bagaimanapun pasar tidak tahu persis sebesar apa dampaknya. Yang penting pasang dulu. Dua tiga hari lihat sana sini, melakukan penyesuaian, reda spekulasinya. Nanti datang lagi FOMC, spekulasi ramai lagi," terang Darmin.

Saat ini, kata Darmin, pemerintah memprioritaskan pada beberapa langkah. Pertama, soal ekspor karena upaya ini langsung mendatangkan devisa dari luar ke dalam negeri. Kedua, investasi baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

"Investasi tidak langsung ada duitnya. Tapi investor beli tanah, mesin dan lainnya sehingga menggerakkan ekonomi. Investasi butuh waktu 2-3 tahun ke depan, jadi bukan jalan pintas yang bisa langsung keluar hasilnya. Tapi ini bisa memberi kepercayaan bahwa pemerintah ini bekerja," tegas Darmin.

Ketiga, sambung dia, menggenjot pengeluaran pemerintah, terutama belanja barang modal dan keempat, stabilitas harga pangan yang selama ini merupakan penyebab utama kenaikan inflasi.

"Jangan sampai harga meningkat, apalagi signifikan. Kalau itu sampai terjadi akan berakumulasi dengan persoalan kurs, dan ujung-ujungnya inflasi makin tinggi," ucap Darmin.   

Darmin mengaku, penurunan harga komoditas ekspor terutama produk perkebunan, pertanian dan perdagangan sangat mengganggu penghasilan masyarakat. Hal ini mengakibatkan penambahan jumlah penduduk miskin di Indonesia menjadi 28,59 juta jiwa.

"Pada saat harga naik, tapi penghasilan rendah, maka angka kemiskinan bertambah. Ini yang belum disinggung tapi bukan untuk menggerakkan perekonomian kita," tutur Darmin. (Fik/Ahm)