Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk tidak menaikkan suku bunga pada September ini karena mempertimbangkan konodisi ekonomi global yang masih dalam posisi rentan. Selain itu, keputusan tersebut juga menunjukkan pengakuan The Fed bahwa China dan nilai tukar yuan sudah tidak dapat lagi dimarjinalkan lagi.
“Dominannya pertimbangan global ini merujuk kepada kondisi China. Selain dominannya pertimbangan situasi perekonomian global. Yang penting ditangkap dari keputusan The Fed ini adalah berusaha memarjinalkan Yuan sebagai mata uang dunia, nampaknya justru menunjukkan pengakuan bahwa China dan nilai tukarnya sudah tidak dapat lagi dipinggirkan,” jelas Ekonom Indonesia Green Investment cooperations (IGIco) Advisory, Martin Panggabean, dalam keterangan tertulis, Minggu (20/9/2015).
Martin melanjutkan, keputusan The Fed dapat dianggap sebagai bagian dari sinkronisasi kebijakan ekonomi moneter secara global. Hal ini jelas terlihat dari pernyataan pemimpin G-20 di awal September di Ankara, Turki, dan jelas terlihat dari imbauan pimpinan IMF Christin Lagarde yang diarahkan kepada Amerika Serikat.
“The Fed sudah lama tidak menaikkan suku bunganya. Lebih baik memastikan data yang diperlukan benar-benar jelas dan tegas, untuk menaikkan suku bunganya,” tambahnya mengutip pernyataan Lagarde.
Martin menjelaskan beberapa hari ini volatilitas pasar masih tetap tinggi dan diperkirakan volatilitas pasar mata uang dan pasar finansial masih akan terus terjadi. Hal ini memang konsisten dengan pernyataan China bahwa masih ada gejolak pasca pecahnya bubble pasar China yang harus dibersihkan.
“Namun tidak naiknya The Fed justru memang memperpanjang siklus ketidakpastian dan akan menciptakan spekulasi baru. Dengan demikian volatilitas masih akan terus terjadi,” katanya.
Langkah BI
Martin menilai kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) untuk tidak mengubah BI Rate sudah tepat. Meskipun penurunan suku bunga cukup bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, namun dampak negatif penurunan BI Rate terhadap pergerakan kurs cukup besar pula.
Di tengah pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh 14.500 per dolar AS dan menurunnya cadangan devisa menjadi US$ 105,34 miliar, menaikkan BI Rate memang nampak menarik. “Namun dampak negatifnya terhadap sektor riil tidak dapat diterima. Dengan demikian, keberanian BI untuk mempertahankan BI Rate adalah langkah yang tepat,” tegasnya.
Untuk itu, langkah lanjutan yang perlu dilakukan oleh pemerintah pasca diluncurkannya deregulasi dan debirokratisasi melalui Paket Kebijakan September I harus diterjemahkan ke dalam bentuk yang nyata yaitu keluarnya aturan seperti yang disebutkan dalam matriks paket tersebut.
“Walaupun nampaknya terburu-buru, namun berbagai peraturan tersebut perlu dikeluarkan dengan kualitas yang tinggi.“ tuturnya.
Dia memprediksikan pasca The Fed sudah melakukan moratorium kenaikan suku bunga, maka dalam beberapa bulan ke depan pemerintah Indonesia bisa bertindak dengan asumsi bahwa The Fed akan konstan dan China akan membersihkan volatilitasnya.
"Kondisi ini memberikan window of opportunity selama beberapa bulan ke depan sehingga pemerintah bisa berupaya menggerakkan perekonomian dengan kondisi eksternal yang relatif stabil," jelasnya. (Gdn/Igw)
The Fed Akui China dan Yuan Tak Bisa Dipinggirkan Lagi
Kebijakan BI dengan tidak mengubah BI Rate merupakan keputusan yang tepat.
Advertisement