Liputan6.com, Jakarta - Saat nilai tukar dolar menguat terhadap rupiah biasanya ada sektor yang diuntungkan, yaitu sektor yang berorientasi pada ekspor. Namun tidak untuk kondisi menguatnya dolar kali ini, kinerja ekspor pun tak begitu naik berarti.
Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Andry Asmoro mengatakan, di sisi lain menguatnya dolar, negara China mendevaluasi mata uangnya yuan agar ekspor mereka melonjak karena barang-barang bisa dijual dengan harga murah.
Tapi di sisi lain, hal itu tak bisa dilakukan Indonesia karena ekspor Indonesia masih banyak bergantung pada komoditas.
"Jawabannya tidak karena ekspor komoditas dan komoditas tergantung permintaan negara lain terutama China," kata dia, Jakarta, Senin (21/9/2015).
Dia mengatakan, hal tersebut dilihat dari pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit yang turun bersamaan dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
"Begitu juga tekstil dan produk tekstil (TPT), coal, relatif tergantung perkembangan di dunia," tuturnya,
Maka dari itu, Andry mengatakan perlu menggenjot sektor lain untuk mendorong perekonomian nasional. "Mana sektor yang relatif menjanjikan terlihat dua kuartal yang ada pertumbuhan di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya konstruksi dan pertanian. Dan kalau di-breakdown lagi makanan dan minuman," tandas dia.
Sebagai informasi nilai tukar rupiah masih di atas level 14.400 per dolar AS pada perdagangan Senin (21/9/2015). Level rupiah pada awal pekan ini masih sama dengan level pekan lalu.
Mengutip Bloomberg nilai tukar rupiah terlihat tertekan 0,49 persen ke kisaran level 14.445 per dolar AS pada perdagangan pukul 10.02 WIB. Pada perdangan sebelumnya, rupiah ditutup di level Rp 14.374. Dari pagi hingga siang, nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran Rp 14.435-14.462 per dolar AS. (Amd/Zul)
Dolar Menguat, Kinerja Ekspor RI Masih Lesu
Pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit yang turun bersamaan dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Advertisement