Sukses

Bertambahnya Orang Miskin Bukan Karena Kenaikan Harga BBM

Laju inflasi yang meningkat akan berdampak terhadap peningkatan garis kemiskinan.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) menampik kenaikan angka kemiskinan 860 ribu orang menjadi 28,59 juta jiwa per Maret 2015 disebabkan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Pihaknya menilai peningkatan tersebut karena kenaikan harga beras.

"Kenaikan angka kemiskinan Maret 2015 bukan didorong harga BBM, tapi harga beras naik," ujar Pelaksana Tugas BKF Kemenkeu, Suahasil Nazara saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/9/2015).

Harga beras yang membumbung tinggi, sambung dia, dipicu karena tersendatnya penyaluran beras miskin (raskin) ke 15,5 juta keluarga miskin pada periode Januari-Februari.

"Harga beras naik kenapa? Harga beras itu 30 persen dari garis kemiskinan. Hanya satu komoditas harga beras. Jika harga beras naik, tidak ada angin tidak ada hujan, garis kemiskinan naik sehingga orang yang di bawah garis kemiskinan banyak. Itulah yang terjadi di Januari-Februari," jelas Suahasil.

Sebelumnya, Kepala BPS Suryamin mengungkapkan, kenaikan jumlah orang miskin di Indonesia pada bulan ketiga 2015 dipicu oleh penyesuaian harga BBM pada periode November 2014 sebesar Rp 2.000 per liter.

"Ada kenaikan harga BBM di akhir 2014. Kenaikan harga ini menyebabkan harga-harga barang melambung di awal tahun 2015, sehingga menyebabkan peningkatan inflasi karena kebijakan tersebut," tegas dia.

Menurut Suryamin, laju inflasi yang meningkat akan berdampak terhadap peningkatan garis kemiskinan. Apabila garis kemiskinan mengalami kenaikan tanpa diikuti penyesuaian pendapatan masyarakat, maka imbasnya jumlah penduduk miskin bisa bertambah.

"Karena pengeluaran atau belanja mereka jadi turun akibat harga-harga barang yang naik. Dampaknya jumlah penduduk miskin bertambah," ujar Suryamin.

Dari sisi komoditas yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan, dijelaskan dia, beras mempunyai andil cukup besar dengan kontribusi 23,49 persen di kota dan 32,88 persen di desa. Disusul rokok kretek yang pengaruhnya 8,24 persen di kota dan 7,07 persen di desa.

"Rokok kretek tidak punya kalori, tapi tetap harus diitung ke pengeluaran," ujarnya.

Di samping itu ada daging ayam ras, telur ayam ras, mie instan, gula pasir, roti manis, tempe, tahu dan kopi. Sedangkan non makanan yang memberi sumbangan ke garis kemiskinan, meliputi, perumahan dengan pengaruh 9,52 persen di kota dan 6,64 persen di daerah, serta bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi dan angkutan. (Fik/Gdn)