Sukses

Agus Martowardojo Keki Anggota DPR Minta BPK Audit BI

Rencana audit BPK ke BI merupakan isu sensitif, apalagi ketika kondisi ekonomi yang sedang sulit seperti sekarang.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kesal dengan Komisi XI DPR yang memasukkan satu poin soal permintaan anggota dewan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit lembaga independen itu. Poin tersebut sempat tertulis dalam risalah kesimpulan Rapat Kerja Lanjutan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.   

Gubernur BI, Agus Martowardojo mempertanyakan apakah poin kesimpulan tersebut merupakan keputusan Komisi XI. Poin itu mencakup permintaan Komisi XI kepada BPK untuk melakukan audit untuk tertentu terhadap kebijakan moneter di BI.

"Kami ingin menanyakan apakah ini adalah keputusan Komisi XI? Kami paham jika kemarin (21/9/2015) ada anggota Komisi XI yang menyampaikan hal tersebut. Tapi ini tidak pernah dibahas dan bukan agenda yang dibicarakan. Jadi kami minta Komisi XI dapat bijaksana memperhatikannya," kata Agus di Jakarta, Selasa (22/9/2015) malam.

Agus membela, selama ini laporan keuangan BI selalu diaudit BPK. Selain itu, rutin setiap kuartal, BI selalu memberikan laporan kepada DPR maupun presiden. Ia merasa keberatan apabila agenda tersebut ada dalam kesimpulan RAPBN 2016.

"Jika ini (audit) akan dilakukan, kita tentu bisa bicarakan. Jika seandainya dimasukkan agenda ini, kami keberatan karena kami merasa belum ada dasar bagi Bapak-bapak atau ibu-ibu Komisi XI untuk memutuskannya," ujarnya.

Ia menilai, rencana audit BPK ke BI merupakan isu sensitif, apalagi ketika kondisi ekonomi yang sedang sulit seperti sekarang.

"Kami ingin sampaikan kiranya hal ini sensitif. Jangan saat situasi tantangan global semakin berat atau tidak sederhana, kita justru masuk pada urusan yang mungkin tidak perlu dilakukan," terang Agus.

Hal senada juga direspons baik Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad. Menurutnya, usulan pelaksanaan audit yang diusulkan kurang tepat. "Memang timing sekarang kurang tepat untuk membahas ini di publik," paparnya.

Sebelumnya, BI disebut-sebut mendulang untung dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak tahun lalu. Sayangnya, intervensi yang dilakukan bank sentral ini belum membuahkan hasil karena kurs rupiah semakin tenggelam sampai Rp 14.500 per dolar AS.  

Karena itulah, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Misbakhun, pernah meminta agar Komisi XI DPR secara tegas memasukkan kesimpulan rapat meminta BPK mengaudit BI.

Agus pernah mengatakan, defisit pendapatan pernah dicetak BI pada periode 2010-2011 ketika terjadi quantitative easing yang memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS karena dolar digelontorkan ke dunia.

"Tahun 2010 ada defisit Rp 21 triliun, lalu meningkat menjadi Rp 25 triliun pada 2011. Sekarang saat rupiah melemah, ada surplus Rp 41 triliun," paparnya.

Meski begitu, Agus mengaku, BI merupakan pembayar pajak nomor dua terbesar di Indonesia setelah Pertamina. Dari hasil surplus itu, BI menyetor pajak ke negara sebesar Rp 14 triliun. (Fik/Ndw/Sar)