Liputan6.com, Jakarta - Ketika bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) memilih mempertahankan suku bunga dalam sembilan tahun, sejumlah negara dapat menarik nafas lega. Namun sayang itu hanya berlangsung pendek.
Bagi ekonomi terbesar di kawasan Asia, China memang masih dapat bertahan di tengah sentimen negatif. Namun bagi Malaysia bersiap mendapatkan pukulan untuk pertumbuhan ekonominya.
Baca Juga
Menurut HSBC Holding Plc, hal itu terjadi lantaran kenaikan suku bunga AS dapat mempercepat penurunan mata uang Asia, dan meningkatkan biaya pendanaan bagi perusahaan dan konsumen. Hal itu membatasi permintaan dan menganggu pertumbuhan ekonomi.
Advertisement
"Ini menjadi sangat menganggu ketika konsumsi dan investasi didorong oleh utang dan dapat diperburuk ketika suku bunga AS mulai meningkat," tulis laporan HSBC Holdings Plc seperti dikutip dari laman Bloomberg, Rabu (23/9/2015).
Malaysia, berdasarkan data Bank for International Settlement menyebutkan kalau kredit ke sektor swasta non keuangan dari produk domestik bruto (PDB) naik menjadi 135 persen pada kuartal I 2015 dari periode sama tahun 2009. Rasio ini lebih tinggi di China yang naik menjadi 198 persen dari 130.
Akan tetapi, Ekonom HSBC Frederic Neumann mengatakan, China telah menyesuaikan nilai tukar mata uang pada Agustus, dan terjadi arus modal keluar sehingga membuat China memperketat kondisi keuangan.
"Namun Bank sentral China telah melonggarkan kebijakan moneter untuk menumpulkan efek ini, dan kontrol modal diperkuat," ujar Neumann.
Bank sentral China telah memangkas suku bunga selama lima kali sejak November, dan menurunkan proporsi deposito bank untuk dana cadangan sehingga upaya meningkatkan pinjaman dan mencegah perlambatan lebih lanjut.
Yuan telah jatuh sekitar 2,6 persen terhadap dolar AS pada 2015 dibandingkan Ringgit Malaysia yang turun lebih dari 18 persen pada 2015. Bahkan mata uang Malaysia ini mencatatkan penurunan terbesar di antara 11 mata uang Asia.
"Malaysia termasuk paling rentan mengingat bahwa itu telah terlihat dari gerak mata uang dan memiliki rasio utang tinggi terhadap PBD," ujar Neumann.
Hal ini membuat Malaysia mungkin mengetatkan kondisi keuangannnya sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi ke depan. Dengan ada kemungkinan kenaikan suku bunga AS dapat terjadi pada tahun ini mungkin berdampak terhadap pemulihan ekonomi Asia. (Ahm/Gdn)