Sukses

Venezuela Berdarah-darah, Terigu Lebih Mahal dari Minyak

Venezuela adalah negara terbesar kelima di Amerika Selatan, dan salah satu anggota OPEC.

Liputan6.com, New York - Harga minyak yang jatuh sangat memukul Venezuela, salah satu negara produsen. Negara di Amerika Selatan ini dianggap tengah di ambang krisis gara-gara harga minyak yang belum juga menunjukkan taringnya.

Sejatinya, Venezuela adalah negara terbesar kelima di Amerika Selatan, dan salah satu anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Namun, kini negara itu tengah berdarah-darah.

Dikutip dari investopedia, Selasa (29/9/2015), Venezuela adalah negara yang punya cadangan minyak terbesar di dunia, dan salah satu pengekspor terbesar. Negara ini sangat terpukul dengan anjloknya harga minyak yang sudah terjadi sejak pertengahan tahun lalu.

Tak heran, Venezuela menggantungkan ekonominya pada ekspor minyak, di mana 95 persen produksinya di ekspor dan menyumbang 25 persen dari GDP. Negara ini tak punya komoditas lain yang bisa menopang perekonomian.

"Jelas, dengan penurunan 10 persen harga minyak bisa memperburuk neraca perdagangan Venezuela 3,5 persen terhadap GDP. Efek yang lebih besar yang dirasakan Venezuela dibanding negara-negara lain," sebut pejabat IMF dalam blog resminya. "Kerugian dari ekspor menyebabkan masalah finansial dan penurunan ekonomi lebih tajam," imbuhnya.

Selain itu, Venezuela juga punya level inflasi yang tertinggi di dunia. Pada Desember 2014, inflassi mencapai 69 persen, dan para ahli memperkirakan angka itu akan meningkat di 2015.

"Bisa sampai 200 persen," kata Alberto Ades, Ekonom Bank of America. "Venezuela sedang dalam krisis," imbuhnya.

Negara ini juga banyak mengimpor kebutuhan pokok. Untuk sedikit melawan kerugian dari jatuhnya harga minyak, pemerintah menginstruksikan untuk mengurangi impor. Akibatnya, persediaan bahan pokok seperti susu, terigu hingga gula menjadi terbatas.

Rakyat Venezuela akan terlihat mengantre panjang di supermarket atau toko hanya untuk membeli bahan kebutuhan pokok. Seakan-akan, bahan kebutuhan pokok tersebut lebih mahal dibanding minyak yang melimpah di negaranya. (Zul/Ndw).

Video Terkini