Sukses

Perbaiki Ekonomi, Indonesia Tak Boleh Bergantung kepada Asing

Indonesia harus segera memperbaiki perekonomian di dalam negeri secara mandiri.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia perlu memperbaiki perekonomian secara mandiri dan tidak mengandalkan kepada luar negeri, di tengah terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan market JIBOR 50-100 basis poin yang mengindikasikan bahwa pasar rupiah sudah semakin ketat dan belum ada peningkatan pada harga SUN serta obligasi.

Ekonom Indonesia Green Investment Corporations (IGICo) Advisory Martin Panggabean menjelaskan, Indonesia tidak bisa lagi bergantung lagi kepada faktor ensternal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Idonesia tidak bisa lagi berharap harga komoditas yang terus melemah kembali membaik, pertumbuhan perekonomian China yang telah turun bisa kembali di atas 10 persen dan juga menunggu The menaikkan suku bunga pada akhir tahun ini.

Menurut Martin, Indonesia harus segera memperbaiki perekonomian di dalam negeri secara mandiri. “Ekspektasi pasar belum akan membaik karena pasar menilai kondisi ekonomi Indonesia masih belum ada tanda-tanda pembalikan ke arah ekonomi yang baik. Kurs rupiah terus melemah hampir menyentuh Rp 15.000 per dolar AS. Disisi lain, harga SUN dan obligasi belum naik. Permasalahan ini dapat terus membebani perekonomian Indonesia, khususnya perbankan,” tegasnya.

Oleh sebab itu, sebaiknya pemerintah segera melanjutkan proyek pembangunan infrastruktur yang sudah menjadi program, dan merealisasikan beberapa kebijakan paket deregulasi serta debirokratisasi yang sudah terbit dijalankan dengan konsisten sesuai dengan target, sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong ekonomi berbalik arah.

Dia menambahkan, nilai tukar rupiah juga perlu dijaga, karena saat ini sudah berada pada taraf yang mengkhawatirkan. “Buruknya ekspektasi masyarakat terhadap prospek perekonomian dilambangkan dari kurs. Sebaiknya Bank Indonesia (BI) dan pemerintah perlu menjaga ekspektasi tersebut supaya tidak semakin negatif,"tambahnya.  

Oleh sebab itu, Martin meminta agar BI dan pemerintah melakukan intervensi namun perlu juga menjaga cadangan devisa. Peraturan untuk menghalangi bank melakukan spekulasi terhadap mata uang rupiah perlu di-reintroduce, karena pelaporan PDN (Posisi Devisa Neto) setiap 30 menit yang pernah diberlakukan dapat mengurangi spekulasi.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tambahnya, perlu memperketat pengawasan bank dan OJK perlu segera melakukan tindakan untuk mengidentifikasi dan memitigasi bank yang lemah, serat mengkomunikasikan kondisi perbankan Indonesia dengan baik kepada publik.

“Komunikasi yang baik dapat mencegah publik untuk percaya terhadap rumor, sehingga publik dapat mengetahui kondisi perbankan dan jasa keuangan Indonesia saat ini.”

Selain itu, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) juga perlu mengedukasi masyarakat menengah bawah terkait perannya. “Kontribusi masyarakat menengah bawah ini diperlukan agar terbangun kenyamanan menabung di bank, selama bank tersebut memberikan bunga yang wajar," katanya. 

Martin menambahkan, LPS juga harus memastikan pada saat-saat ini agar syarat-syarat pencairan dana harus dipenuhi oleh perbankan, hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kekacauan dan dispute jika memang banyak bank yang collapse.

Dia menjelaskan, saat ini kinerja saham sektor perbankan dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) relatif masih mengalami pelemahan. Walau sempat menguat pada penutupan kemarin sebesar 1,63 persen untuk sector finance, setelah BPJS Ketenagakerjaan mengucurkan dananya ke pasar dan IHSG kemarin ditutup menguat tipis ke posisi 4.178,58 poin.

“Penurunan harga saham perbankan mengindikasikan ekspektasi para pelaku pasar terhadap kinerja perbankan dalam 6-9 bulan ke depan masih kurang baik.” pungkasnya. (Dgn/Ndw)

Video Terkini