Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi China melambat membuat pemerintah China melemahkan mata uangnya Yuan sehingga berdampak negatif ke bursa saham, tidak menghalangi masyarakat China untuk berwisata.
Berdasarkan laporan dari konsultan Fung Business Intelligence Centre and China Luxury Advisors menyebutkan kalau jumlah wisatawan China akan terus tumbuh, bahkan meningkat dua kali lipat pada 2020 menjadi 234 juta, angka ini meningkat naik dari 100 juta pada tahun lalu. Demikian mengutip laman Wall Street Journal, Rabu (30/9/2015).
Baca Juga
Sejumlah pengamat khawatir kalau wisatawan China menunda rencana perjalanannya karena ekonomi melambat ditambah bursa saham bergejolak. Mereka mencatat kalau banyak wisawatan China telah memesan perjalanan keluar negeri pada awal tahun ini.
Advertisement
Berdasarkan data perusahaan ForwardKeys, pemesanan perjalanan internasional dari China turun delapan persen pada Agustus dibandingkan tahun lalu. Ini menjadi tanda kekhawatiran bagi negara tetangga yang membangun infrastruktur dan ekonominya untuk mendukung sektor pariwisata.
Akan tetapi, analis dan konsultan melihat kalau prospek perjalanan wisata oleh turis China masih bagus untuk jangka panjang. Tahun ini, belanja wisatawan China diperkirakan mencapai US$ 229 miliar atau sekitar Rp 3.354 triliun (asumsi kurs Rp 14.646 per dolar Amerika Serikat). Angka itu naik 23 persen dari tahun lalu.
Wisatawan China biasanya membeli pakaian, alas kaki, kosmetik, dan elektronik. Pada 2020, total belanja luar negeri diperkirakan mencapai US$ 422 miliar. Berdasarkan laporan media setempat, hal tersebut juga berlaku untuk perjalanan wisata ke Hong Kong. Meski memasuki masa sulit pada tahun lalu karena aksi demo, tetapi Hong Kong masih menjadi tujuan belanja utama karena belanja bebas pajak. Akan tetapi, analis HSBC mengatakan, hal tersebut tidak akan bangkit kembali pada tahun ini dan tidak akan mungkin menarik semua pembeli terutama orang kaya. (Ahm/Igw)