Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengapresiasi langkah pemerintah dalam mengendalikan laju inflasi melalui stabilisasi harga pangan. Hal ini dilakukan mengingat Indonesia begitu rentan terhadap guncangan perekonomian global sehingga berpotensi terhadap angka kemiskinan.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan bahwa ekonomi Indonesia tetap tumbuh meski pergerakannya melambat. Kondisi tersebut juga melanda negara-negara di seluruh dunia.
"Kita tidak kebal kok, kita juga terinfeksi dampak global, seperti yang terjadi 1998 dan 2008. Kalaupun ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tapi ada lapangan kerja baru. Jadi saya tidak melihat perlambatan," ujar dia di Jakarta, Kamis (1/10/2015).
Pemerintah, kata Sasmito, berkomitmen untuk mengendalikan inflasi sampai-sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengundang para pedagang pasar, pedagang beras untuk menjaga harga bahan pangan.
"Itu karena pemerintah khawatir inflasi tinggi. Jadi kami apresiasi langkah pemerintah untuk menjaga harga pangan," paparnya.
Beruntung, Indonesia mengecap deflasi 0,05 persen di September 2015. Dengan raihan ini, lanjut Kepala BPS Suryamin, akan mempengaruhi atau berdampak terhadap garis kemiskinan. Alasannya, tambah dia, garis kemiskinan dibentuk oleh makanan dan non makanan.
"Makanan ada 52 komoditas yang mempengaruhinya, seperti beras, lauk pauk dan lainnya. Jika itu terjadi deflasi juga, maka dengan sendirinya berdampak ke garis kemiskinan. Sedangkan dari non makanan disumbang rokok kretek sampai 9 persen, padahal kalorinya tidak ada tapi pengeluaran ada," jelas dia.
Di sisi lain, Suryamin mengaku, garis kemiskinan juga dipengaruhi pendapatan dari bantuan sosial dan pembangunan infrastruktur akan mendorong peningkatan upah.
"Kami sedang menghitung angka kemiskinan di September 2015. Tinggal pengolahan saja, karena 300 ribu rumah tangga yang didata," pungkasnya. (FIk/Ndw)