Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Malaysia bakal mempermudah prosedur dan proses kepulangan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal dan nonprosedural yang ingin segera pulang secara sukarela ke Tanah Air.
Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri mengatakan, program kepulangan TKI ilegal asal Malaysia yang dilakukan secara sukarela (voluntary programme) ini harus dipastikan menggunakan jalur-jalur resmi dan aman sehingga tidak membahayakan keselamatan TKI.
"Kedua negara sepakat untuk mempermudah dan memfasilitasi kepulangan TKI ilegal dan nonprosedural yang ingin pulang ke kampung halamannya," ujar Hanif dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (2/10/2015).
Advertisement
Hanif menjelaskan, kemudahan prosedur dan proses kepulangan TKI ilegal dapat dimanfaatkan oleh para TKI sehingga mereka tidak lagi menggunakan jalur-jalur tidak resmi dan moda transportasi yang berbahaya ketika pulang ke Indonesia.
"Kita juga melakukan kerja sama untuk melakukan proses pendataan TKI ilegal secara online dengan KBRI atau KJRI yang berada di Malaysia. Hal ini akan memudahkan pengawasan dan pemantuan TKI di Malaysia," kata dia.
Terkait dengan isu blacklist dalam program pemulangan sukarela ini, Hanif mengatakan dalam pihak Indonesia telah meminta penjelasan mengenai hal tersebut.
"Kita berpandangan sepanjang jelas dan ada majikan yang bertanggung jawab, maka tidak perlu ada blacklist selama lima tahun yang selama ini dikhawatirkan oleh para TKI yang hendak pulang secara sukarela. Jadi dalam program pemulangan TKI ilegal secara sukarela, para TKI yang ingin pulang ini tidak di-black list sehingga TKI bisa kembali bekerja ke Malaysia asalkan melalui prosedur resmi dan dilengkapi dokumen-dokumen yang sah," jelas Hanif.
Hanif juga mengungkapkan, kewenangan untuk menerbitkan paspor bagi TKI yang bekerja di Malaysia merupakan kewenangan Indonesia melalui KBRI atau KJRI di Malaysia.
"Kedua negara juga ingin mempermudah dan memfasilitasi prosedur serta proses kepulangan bagi TKI yang ingin pulang secara sukarela. Program kerja sama ini akan dievaluasi secara rutin per enam bulan," tutur Hanif. (Dny/Ahm)*