Sukses

Menperin Sebut Belum Ada Laporan Resmi soal PHK

Menperin, Saleh Husin meminta perusahaan untuk melaporkan bila berencana merumahkan karyawannya.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mempertanyakan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang menyebut sekitar 36 ribu karyawan terpaksa kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat perlambatan ekonomi.

Menteri Perindustrian (Menperin), Saleh Husin usai Rakor Paket Kebijakan Ekonomi Jilid III justru menantang balik asosiasi tersebut untuk membeberkan nama perusahaan yang sudah merumahkan ribuan buruhnya.

"PHK yang dibilang banyak itu industrinya apa, nama perusahaan atau pabriknya apa dan lokasinya di mana," ujar Saleh di Jakarta, Jumat (2/10/2015).

Dari data Kemenperin, Saleh mengaku belum ada laporan buruh di PHK karena perlambatan ekonomi global maupun nasional. Sehingga dia menuding data asosiasi tersebut sebagai data tidak valid.

"Tidak ada, sampai saat ini belum ada secara resmi (yang melaporkan perusahaan PHK). Ada tidak yang menyebutkan PT-nya apa, pabrik di mana, biar sama-sama dicek, kita datangi benar tidak dia PHK?. Jangan data dunia maya," tegas Saleh.

Dia meminta kepada seluruh perusahaan agar melaporkan keluhan ataupun data jika memang berniat merumahkan karyawannya. Termasuk buruh atau pekerja yang terkena korban PHK."Iya laporkan saja, nanti juga di data di Kementerian Tenaga Kerja," terang Saleh.

Sebelumnya, salah satu yang sektor terkena dampak besar akibat turunnya daya beli masyarakat adalah sektor padat karya, yang menggantungkan penjualan produknya di pasar dalam negeri.

"Iya biasa kalau kondisi begini pasar dalam negeri tak mampu mengangkat ya dirumahkan karyawannya," ujar Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat.

Ade mengatakan, perusahaan harus berupaya ekstra keras di tengah kondisi seperti saat ini. Jika tak mampu bertahan, maka merumahkan karyawan terpaksa harus dilakukan agar bisnis terus berlanjut.

"Sudah dari November 2014 daya beli masyarakat ini turun. Yang kesulitan adalah yang orientasi pasar dalam negeri. Kalau yang ekspor tidak," kata Ade.

Dia juga mengatakan, di kala perusahaan tengah berjibaku menghadapi situasi sulit saat ini, produk impor pun masih banjir dan menambah beban perusahaan.

Dia menyebut, puluhan ribu orang terpaksa dirumahkan, dan beberapa perusahaan juga menutup usahanya karena tak sanggup lagi memikul beban. Kondisi ini merata terjadi di sektor industri tekstil dan produk tekstil seluruh Indonesia.

"Kurang lebih 36.000. Dari total pekerja langsung kita 2,5 juta, jadi kira-kira 1,5 persen. Tapi itu pun mengkhawatirkan karena di Indonesia, industri itu seharusnya berkembang pesat," tutur Ade. (Fik/Ahm)