Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli menyatakan, selama ini sektor pertambangan, khususnya minyak dan gas (migas) hanya menguntungkan pihak asing. Indonesia sebagai pemiliknya tidak mendapatkan banyak keuntungan dari hasil eksplorasi tambang tersebut.
Dia mengungkapkan, salah satunya yaitu soal pengelolaan lapangan gas Blok Masela, Maluku. Kementerian ESDM menginginkan agar di blok tersebut dibangun fasilitas floating LNG di atas laut (off shore).
Padahal menurut Rizal, jika pembangunan infrastrukur penyaluran dan pengolahan gas di Blok Masela dilakukan di darat (on shore), maka akan lebih banyak memberikan keuntungan bagi Indonesia.
Advertisement
"Saya mau itu di darat, pasti lebih murah dan akan ada industri turunannya seperti petrokimia, pupuk, nilai tambah juga tinggi," ujar Rizal di Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Dia mengungkapkan, dengan membangun floating LNG, Indonesia membutuhkan bahan baku dari negara lain. Hal ini jauh berbeda jika fasilitas tersebut dibangun di darat melalui pipanisasi, akan banyak bahan baku lokal yang bisa digunakan sehingga mendorong pertumbuhan industri di dalam negeri.
"Kalau floating plant itu perlu impor bahan baku. Kalaui di darat, ini pipanya dari dalam negeri. Mereka tidak pikirkan multiplier effect-nya. Jadi ini bukan hanya masalah lebih murah, tetapi juga efeknya," kata dia.
Selain itu, jika blok ini bisa dikelola oleh anak bangsa, lanjut Rizal, maka akan memberikan dampak positif bagi Maluku sebagai pemilik blok tersebut. Bahkan, Maluku disebutnya bisa jadi wilayah yang lebih mewah dari Qatar.
"Ke depan kita bangun Kota Balikpapan baru karena di sana cadangannya lebih besar. Saya peringatkan, jangan kebangetan. Rakyat kita belajar dari pengalaman lalu di mana sumber daya alam kita tidak dimanfaatkan. Ini kesempatan untuk bangun sejenis Kota Balikpapan, untuk kembangkan Maluku. Dari sini saja, Maluku bisa hidup lebih mewah dari Qatar," kata Rizal Ramli.
Komentar Rizal Ramli Terkait Pengelolaan Blok Masela
Rizal Ramli juga menyatakan kekecewaannya terhadap Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang justru mendukung proyek floating LNG di Masela, Maluku.
"Saya betul-betul kecewa SKK Migas, gajinya sudah tinggi-tinggi tapi tidak pernah berpikir independen," ujar Rizal.
Menurut dia, rekomendasi yang diberikan SKK Migas terkait pembangunan floating LNG ini merupakan hasil dari kajian perusahaan asing, bukan hasil kajian SKK Migas.
"Mereka bilang lokasinya jauh, ternyata tidak jauh dan ditakut-takuti dengan ada palung yang dalam sehingga tidak mungkin, ternyata setelah diselidiki tidak dalam, slopnya rendah," lanjut dia.
Rizal mengungkapkan, seharusnya SKK Migas mempunyai kajiannya sendiri dan tidak hanya berpatokan pada kajian dari pihak lain, terlebih asing. "Para pejabat itu hanya terima dari perusahaan asing mentah-mentah tanpa lakukan studi independen. Apa yang diberikan kontraktor asing dijunjung setinggi-tingginya," kata Rizal. (Dny/Ahm)*