Liputan6.com, Jakarta - Komisi XI DPR RI kecewa dengan ketidakhadiran Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo dalam Rapat Kerja terkait evaluasi tugas dan wewenang BI, terutama kebijakan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Mantan Menteri Keuangan itu dianggap lebih mementingkan pihak asing ketimbang rakyat Indonesia.
Demikian ditegaskan Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golongan Karya (Golkar), Misbakhun saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/10/2015). Dia berharap besar akan kehadiran Agus Martowardojo dalam rapat ini.
Baca Juga
"Lebih penting mana rakyat Indonesia atau berhubungan dengan itu (IMF dan World Bank). BI tidak pernah serius menanggapi undangan DPR," ujar dia.
Advertisement
Seperti diketahui, dalam rapat evaluasi tugas dan wewenang BI, Agus Martowardojo diwakili Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara. Sebab Agus sedang berada di Peru untuk mengikuti acara World Economic Outlook yang digelar IMF dan World Bank.
Misbakhun mengaku, Komisi XI terpaksa menunda rapat karena Mirza tak bisa menunjukkan surat kuasa dari atasannya untuk bisa mewakili rapat ini. Dia mengusulkan agar rapat kembali digelar pada Senin pekan depan.
"Kita tanya apakah mereka punya surat kuasa dari Gubernur BI untuk mewakili rapat ini. Mereka jawab tidak. Padahal di era modern seperti sekarang ini minta surat kuasa, tinggal tandatangan, di fax dan diemail bisa. Jadi kita tunda sampai ada rapat lagi. Saya usulkan Senin depan," jelas Misbakhun.
Dia mengatakan, rapat dengan BI ini rencananya membahas kebijakan Bank Sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah mengingat pergerakan kurs terhadap dolar AS sangat kuat. Komisi XI juga ingin memperoleh informasi penggunaan cadangan devisa yang digelontorkan untuk intervensi rupiah.
"Inilah yang mau disampaikan, tapi kita ingin mendapatkan penjelasan dari Gubernur BI, hanya saja tidak dapat. Gubernur BI memilih mementingkan urusan di luar negeri dibanding menjelaskannya kepada Komisi XI," papar Misbakhun. Â
Dia bilang, Komisi XI berkeinginan agar laporan keuangan BI Tahun 2014 diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Kita ingin tahu kenapa volatilitas rupiah begitu tinggi dan cepat, sementara cadev yang sudah digunakan banyak. Berapa penghasilan BI dari selisih kurs, karena di saat volatile, BI mendapatkan penghasilan," pungkas Misbakhun.(Fik/Ahm)