Liputan6.com, Jakarta - Pelaku industri asuransi syariah meminta dukungan pemerintah. Itu karena industri ini dinilai mampu membangkitkan perekonomian nasional.Â
Di mana, asuransi syariah itu sendiri dikatakan dengan prinsip dan asas saling tolong menolong dan saling melindungi di antara sesama peserta selayaknya diyakini sebagai sebuah sistem ekonomi yang sustainable terhadap perubahan jaman. Hal ini yang akan menjadi tantangan untuk terus meyakini dan mengembangkan ekonomi syariah.
Demikian dikatakan Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Adi Pramana dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (8/10/2015).Â
Advertisement
"Sekiranya saja, pemerintah dengan political will yang dimilikinya, sedikit mengarahkan ke arah ini, tentunya akan semakin marak ekonomi syariáh di negeri ini. Kembali diingat, BUMN selain berperan sebagai penghasil dividen bagi negara juga (bisa) mempunyai misi kemanusiaan. Sangat tepat bila ekonomi kerakyatan ini didukung oleh BUMN yang tangguh," jelas Adi.
Dia menuturkan, bentuk lain political will yang bisa digerakkan oleh pemerintah adalah social responsible investment (SRI) untuk diterapkan kepada seluruh pelaku perasuransian syariah.
Selain corporate social responcibility (CSR), SRI akan sangat membantu para pelaku usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM). Tanpa harus terbebani dengan jeratan riba yang bukan hanya menyulitkan secara duniawi tetapi juga menjerat pelakunya dalam hukum akhirat.
Ujungnya adalah tujuan pembangunan yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Kekayaan akan diperoleh dari sikap bersyukur dan saling membantu.
"Dengan keyakinan tinggi, kita semua bisa meyakini bahwa ekonomi syariah akan semakin maju dan berkembang dan membawa keberkahan bagi semua pihak dan demi Indonesia yang jauh lebih baik lagi,"ungkapnya.
Menurut dia, asuransi syariah merupakan sistem ekonomi saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Bagi pelaku asuransi syariáh keuntungan diperoleh dengan memperoleh bagian atas pengelolaan bisnisnya (ujrah pengelola). Pihak perantara yang terlibat dalam proses transaksi lisyariáh berhak atas ujrah (fee, brokege, commission) dari jerih payahnya.
Selain mendapatkan perlindungan, para Peserta pun turut memperoleh bagian atas keuntungan apabila transaksi tersebut memberikan nilai lebih. Bahkan, lebih jauh lagi, pihak-pihak yang tidak terlibat (misalnya masyarakat faqir, miskin, dhuafa) dalam transaksi bisnis syariah pun bisa merasakan manfaat dari transaksi non-ribawi ini semisal dalam bentuk zakat, infak, shaqadah atau jariyah. (Nrm/Ahm)