Sukses

Dalam 10 Hari Terakhir, Rupiah Menguat 10,4%

Kebijakan penurunan harga BBM adalah kebijakan yang cukup besar dampaknya untuk meningkatkan perekonomian nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) menguat drastis dalam perdagangan beberapa hari terakhir. Penyebab penguatan rupiah karena potensi penguatan ekonomi Indonesia di tengah memudarnya ekspektasi kenaikan suku bunga AS pada akhir tahun ini.

Mengutip Bloomberg, Jumat (9/10/2015), nilai tukar rupiah berada pada kisaran level 13.471 per dolar AS pada pukul 15.28 WIB. Sejak pagi hingga menjelang siang ini, nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran 13.281 hingga 13.774 per dolar AS.

Selama 10 hari terakhir, nilai tukar rupiah menguat sekitar 10,4 persen terhadap dolar AS. Mata uang rupiah sempat mencapai titik terendah di Rp 14.828 pada 29 September 2015 dan kemudian menyentuh Rp 13.281 pada perdagangan Jumat pekan ini.

Pemerintah terus pro-aktif untuk menggeliatkan perekonomian nasional dengan meluncurkan paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan yang dikeluarkan sejak pertengahan September hingga awal Oktober ini mampu mendorong penguatan rupiah. Beberapa kebijakan tersebut memang memberikan dampak positif kepada sektor riil. Beberapa kebijakan tersebut adalah penyederhanaan aturan, penurunan harga solar bersubsidi dan non subsidi, penurunan tarif listrik dan gas untuk industri.

Head of Research Archipelago Asset Management, AG Pahlevi menjelaskan, kebijakan penurunan harga BBM adalah kebijakan yang cukup besar dampaknya untuk meningkatkan perekonomian nasional. "Ekspektasi pasar melihat bahwa penurunan harga BBM oleh pemerintah bisa mendorong konsumsi domestik." terangnya. 

Di sisi lain, rilis pertemuan The Federal Reserve pada 16-17 September menunjukkan kalau pejabat bank sentral AS menahan diri untuk menahan kenaikan suku bunga. Hal itu mempertimbangkan prospek untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi, dan juga perkembangan ekonomi China. Bank sentral AS juga khawatir terhadap penguatan dolar AS.

Deputi Senior BI Mirza Adityaswara menuturkan, data ekonomi Amerika Serikat (AS) terjadi sedikit pelemahan terutama di data tenaga kerja membuat konsensus kebijakan suku bunga bank sentral AS mulai bergeser kenaikannya yang semula pada Oktober dan Desember 2015 kemungkinan mundur pada 2016.

"Kebijakan suku bunga mulai bergeser kenaikannya menjadi pada kuartal I dan II. Ini membuat di pasar keuangan terjadi pembalikan. Beberapa investor dan spekulan beli dolar melakukan cut loss di pasar keuangan," ujar Mirza.

Sebelumnya Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar forward guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar forward. BI memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah. Dalam kebijakan ini BI menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) tiga bulan dan Reverse Repo SBN dengan tenor 2 minggu. (Ilh/Gdn)