Liputan6.com, Jakarta - Salah satu keunggulan dari terminal peti kemas Cikarang atau Cikarang Dry Port (CDP) yang ada di Bekasi, Jawa Barat, adalah memiliki gudang penyimpanan kapas. dengan adanya gudang tersebut membuat kapas impor tidak lagi disimpan di Singapura dan Malaysia.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Dwelling Time Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman, Agung Koeswandono mengatakan, Cikarang Dry Port memiliki luas lahan 250 hektare. Jauh lebih luas jika dibanding dengan Pelabuhan Tanjung Priok atau Jakarta International Terminal Container (JITC) yang ada di Jakarta Utara. Dengan luas lahan tersebut sangat memadai untuk menampung lebih banyak kontainter.
"CDP memiliki 250 hektare lahan kosong," kata Agung, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (26/10/2015).
Selain memiliki lahan yang cukup luas, CDP juga memiliki faslilitas penampungan dan penarik kapas, sehingga kapas yang diimpor tidak perlu lagi transit di Singapura dan Malaysia.
"Teman CDP sudah punya proyek menampung kapas, kapas impor selama ini di Singapura dan Malaysia, teman CDP sudah membangun proyek untuk menarik kapas," papar Agung.
Agung berharap, ada investor yang berminat menanamkan modalnya mengembangkan infrastruktur logistik di CDP sehingga, dapat menekan biaya logistik yang saat ini masih mahal.
"Nanti ada investor bangun gudang, sekarang masih kosong, kalau mau seluruh kontainer Priok ditarik ke CDP di sana siap menampung, lama-lama yang lain biayanya turun dan kita tidak didikte dari luar lagi," pungkasnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyambut baik langkah pemerintah membuat payung hukum berdirinya Pusat Logistik Berikat (PLB). Adanya PLB ini diharapkan dapat mempermudah masuknya bahan baku dan menekan impor dan ongkos produksi. Salah satunya adalah untuk bahan baku tekstil yakni kapas yang masih didapat dari Malaysia.
Sekretaris Jenderal API Ernovian G Ismi mengatakan, selama ini kebutuhan akan kapas sebagai bahan baku industri tekstil di dalam negeri dipasok dari Malaysia, karena negara tersebut diperbolehkan membangun gudang penyimpanan. Sehingga kapas-kapas yang asalnya dari Amerika Serikat (AS) disimpan di negeri jiran tersebut.
"Poin penting dari adanya Pusat Logistik Berikat yaitu bahan baku kapas yang semula disimpan di luar Indonesia, yaitu di Malaysia bisa dipindahkan ke Indonesia. Harus mau pemilik barang pindah ke Indonesia. Makanya dibuat aturan yang membuat mereka mau pindah," ujarnya.
Dia menjelaskan, setiap tahun Indonesia mengimpor kapas dengan nilai US$ 1,4 miliar dengan volume sekitar 700 ribu ton. Sedangkan 300 ribu diantaranya berasal dari Malaysia.
"40 persen kapas disimpan di Malaysia yang tiap tahun nilainya US$ 420 juta. Ini sudah berjalan 30 tahun. Adanya PLB bisa memangkas itu, kami ingin semua pindah ke Indonesia," lanjutnya.
Selain itu, adanya PLB dinilai bakal memberikan keuntungan bagi industri tekstil di dalam negeri dengan berkurangnya ongkos logistik. Nantinya, bahan baku kapas tersebut bisa masuk dikirim melalui Cikarang Dry Port (CDP).
"Selama ini hampir sebagian besar 60 persen lewat Tanjung Priok. Sebetulnya wajib dibangun dry port di Cikarang dan Jateng. Respon pengusaha dengan PLB dan masuk lewat CDP mereka diuntungkan. Selain itu, langkah ini bisa membuat kegiatan yang semula diurus calo, bisa dipangkas. Semua anggota API lebih baik ngurus sendiri-sendiri karena selama ini pakai pihak ketiga," katanya.
Menurut Ernovian, pengusaha bisa menghemat sampai 8 persen dari biaya logistik dan gudang yang selama ini menyumbang 25 persen-35 persen dalam biaya produksi.
"Ini bisa pangkas 8 persen dari 25 persen-35 persen biaya ngurus clearance, administrasi perijinan, logistik, gudang dengan catatan kalau pakai Cikarang Dry Port," tandasnya. (Pew/Gdn)
Ini yang Bikin Kapas Impor Tak Lagi Transit di Negara Tetangga
Cikarang Dry Port (CDP) memiliki faslilitas penampungan dan penarik kapas, sehingga kapas yang diimpor tidak perlu lagi transit.
Advertisement