Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli menolak pengoperasian dan pengelolaan blok Masela, ladang gas abadi di Tanah Maluku melalui pembangunan pabrik terapung atau di tengah laut. Pabrik ini dijanjikan akan menjulang setinggi tiga kali Monumen Nasional (Monas) dengan besar lima kali dari kapal induk Amerika Serikat (AS).
Rizal mengungkapkan, ada usulan pembangunan pabrik pengolahan gas terapung. Argumen itu ditentang Rizal karena membangun pabrik di tengah laut biayanya lebih mahal dibanding di darat.
"Pabrik ini tingginya tiga kali Monas dan besarnya lima kali dari kapal induk AS. Argumen yang diberikan pembangunan pabrik terapung lebih murah dibanding di darat. Itu saja sudah ngawur, mana mungkin di darat lebih mahal," terang dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Advertisement
Salah satu perusahaan, lanjut Rizal, menawarkan atau menjual teknologi pabrik terapung. Hanya saja, teknologi ini masih diujicoba di Australia sehingga terjadi kenaikan biaya 1,5 kali.
"Kita jangan mau jadi kelinci percobaan lagi. Pejabat kita terima info mentah-mentah tanpa melakukan evaluasi," jelasnya.
Dia mengaku, jika pabrik pengolahan gas berada di darat, Indonesia bisa membangun kota yang lebih besar dari Balikpapan. Pasalnya, lanjut Rizal, di area tersebut, dapat didirikan pabrik oleochemical, pabrik pupuk dan sebagainya sehingga perekonomian di wilayah Maluku dan Indonesia Timur kembali bergeliat.
"Orang Maluku marah sekali ketika zaman Belanda, ekonomi Maluku sangat maju, pendidikan mereka nomor dua tertinggi se-nasional sehingga banyak doktor, profesor terlahir dari putra putri Maluku. Tapi setelah merdeka, Maluku nomor tiga wilayah paling miskin, pendidikan nomor empat terendah, banyak ikan diekspor dari laut Maluku, tapi rakyatnya tidak dapat apa-apa," paparnya.
Lalu apa jadinya apabila ada pabrik pengolahan gas terapung di Blok Masela?
Rizal menambahkan, dampaknya, gas dapat lebih mudah diambil dan dikirim ke luar negeri sehingga rakyat Maluku tak kebagian jatah dari hasil kekayaan alam di tanah kelahirannya. Padahal jika Blok Masela digabung atau kerjasama dengan ladang migas Greater Sunrise milik Timor Leste, maka dia mengklaim akan mampu mengalahkan ladang migas milik Qatar.
"Jadi ini kesempatan emas buat kita mengelola sumber energi lebih cerdas, supaya nasib 3 juta rakyat Maluku bisa membaik. Kita harus belajar dari masa lalu dan tak mengulangi kesalahan yang sama," pungkas dia. (Fik/Zul)