Sukses

Cetak Rekor, Neraca Perdagangan RI Surplus US$ 1,02 Miliar

Kepala BPS, Suryamin mengatakan, surplus neraca perdagangan pada September merupakan terbesar keempat.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan surplus US$ 1,02 miliar pada September 2015. Secara total, surplus neraca perdagangan sekitar US$ 7,13 miliar untuk periode Januari-September 2015.

Kepala BPS Suryamin menuturkan, total surplus neraca perdagangan Januari-September 2015 itu merupakan terbesar dalam tiga tahun berturut-turut sejak 2012.

"Surplus neraca perdagangan terbesar keempat pada September kalau dibandingkan bulan sebelumnya. Pertama pada Juli surplus US$ 1,3 miliar, Mei surplus US$ 1,08 miliar, Maret sebesar US$ 1,03 miliar, dan September mencatatkan surplus US$ 1,02 miliar," kata Suryamin, Kamis (15/10/2015).

Ia mengatakan, meski ekspor menurun, tetapi mulai meningkat. Suryamin menambahkan, ekspor Indonesia mencapai US$ 12,53 miliar pada September 2015 atau turun 1,55 persen dibandingkan Agustus 2015. Penurunan ekspor pada September 2015 lantaran menurunnya ekspor migas 5,2 persen dari US$ 1,53 miliar menjadi US$ 1,45 miliar. Ekspor non migas turun 1,06 persen dari US$ 11,19 miliar menjadi US$ 11,07 miliar.

Total ekspor dari Januari-September 2015 turun 13,29 persen menjadi US$ 115,07 miliar. Atau turun 13,29 persen dibandingkan periode sama tahun 2014. Ekspor nonmigas mencapai US$ 100,7 miliar atau menurun 7,87 persen.Kontribusi ekspor terutama sejumlah provinsi di Indonesia antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Riau, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Ekspor NTB meningkat tajam karena peningkatan biji tembaga ekspor. Selain itu Gorontalo meningkat 406 persen, Sulawesi Tengah 136 persen, dan NTB naik 213 persen," kata Suryamin.

Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari-September 2015 berasal dari Jawa Barat sebesar US$ 19,3 miliar, diikuti Kalimantan Timur US$ 14,3 miliar dan Jawa Timur sebesar US$ 12,8 miliar.

Sementara itu, total impor pada September mencapai US$ 11,51 miliar atau turun 7,16 persen dibandingkan Agustus 2015. Impor nonmigas September 2015 mencapai US$ 9,6 miliar atau turun 6,72 persen jika dibandingkan Agustus 2015 dan turun 19,29 persen jika dibandingkan September 2014.

Impor migas September 2015 mencapai US$ 1,91 miliar atau turun 9,29 persen jika dibandingkan Agustus 2015.Penurunan terjadi pada impor migas dan nonmigas yaitu US$ 195,8 juta dan US$ 691,7 juta. Sementara itu, penurunan impor migas dipicu oleh menurunnya nilai impor hasil minyak US$ 187,4 juta dan gas US$ 75,5 juta.

Sebaliknya impor minyak mentah naik US$ 67,1 juta.Secara kumulatif impor Januari-September 2015 mencapai US$ 107,94 miliar atau turun 19,67 persen dibandingkan periode sama tahun 2014. Kumulatif impor terdiri dari impor migas US$ 19,41 miliar dan nonmigas US$ 88,53 miliar.

Peningkatan impor nonmigas terbesar September 2015 adalah kapal terbang dan bagiannya US$ 87,1 juta, sedangkan penurunan terbesar adalah golongan barang dari besi dan baja US$ 130,6 miliar.Nilai impor golongan barang konsumsi, bahan baku dan barang modal selama Januari-September 2015 turun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 15,2 persen, 20,68 persen, dan 16,89 persen.

"Share terbesar mesin dan peralatan listrik US$ 16,69 miliar dan mesin peralatan listrik US$ 11,47 miliar," kata Suryamin.

Sebelumnya kinerja neraca perdagangan Indonesia diperkirakan masih akan mencatat surplus di September 2015. Ramalannya, surplus perdagangan di bulan kesembilan ini lebih rendah dibanding realisasi US$ 433,8 juta pada Agustus lalu.

Kepala Ekonom PT Bank Danamon Tbk, Anton Hendranata memproyeksikan, kinerja perdagangan ekspor Indonesia masih melemah 16 persen dan impor terkontraksi 19,8 persen secara tahunan (year on year).

"Neraca perdagangan September ini diperkirakan mencapai US$ 371 juta," ucap dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta.

Prediksi penurunan neraca perdagangan pada bulan kesembilan ini, kata Anton, disebabkan meningkatnya kebutuhan impor barang modal untuk pembangunan infrastruktur. Sementara kinerja ekspor masih lesu meskipun terjadi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). (Yas/Ahm)

 
 
Video Terkini