Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selama sepekan lantaran menyusutnya harapan kenaikan suku bunga AS pada 2015.
Mengutip Reuters, nilai tukar rupiah sepanjang lima hari terakhir bergerak volatile pada kisaran 13.240 - 13.681 per dolar Amerika Serikat.
Sementara itu, sepanjang pekan ini, kurs tengah atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran 13.446-13.534 per dolar AS. Rupiah susut 0,09 persen dari 13.521 per dolar AS pada 9 Oktober 2015 menjadi 13.534 per dolar AS pada 16 Oktober 2015.
Advertisement
Pada perdagangan menyambut akhir pekan ini, nilai tukar rupiah dibuka melemah 71 poin menjadi 13.489 per dolar AS dari penutupan perdagangan Kamis 15 Oktober 2015 di level 13.418 per dolar AS. Dolar AS sempat berada di posisi terlemah di kisaran 13.527 terhadap rupiah pukul 09.45 waktu setempat. Sepanjang Jumat ini, nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.489-13.606 per dolar AS.
A.G Pahlevi Head of Research Archipelago Asset Management melihat volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih karena faktor non fundamental ketimbang faktor fundamental dalam negeri.
"Penguatan rupiah sangat drastis meski dolar Amerika Serikat melemah, masalahnya data persediaan dan permintaan tidak ada. Saya berasumsi ini lebih karena faktor non fundamental, mengingat tidak ada faktor yang signifikan dalam fundamental seperti data ekspor-impor masih lemah, sementara pertumbuhan ekonomi pada kuartal II juga menurun," ujar Pahlevi.
A.G Pahlevi melihat, beberapa kemungkinan penyebab volatilitas rupiah yang cukup tinggi selama sepekan antara lain aksi korporasi, intervensi Bank Indonesia (BI), valuasi saham di pasar modal Indonesia, dan invenstor merespons paket kebijakan ekonomi jilid IV.
"Nilai wajar rupiah di level 13.041 (per dollar AS). Bisa jadi ada intervensi BI karena akhir bulan nanti bisa dikonfirmasi cadangan devisanya, saat ini hanya BI yang tahu," kata Pahlevi.
Di sisi lain, ekspektasi atas rencana kenaikan suku bunga AS oleh bank sentral AS atau The Federal Reserve memudar, dikarenakan memburuknya data ketenaga-kerjaan AS yang dirilis pada awal bulan lalu. Data penyerapan tenaga kerja mencapai 142 ribu di sektor non pertanian pada September 2015 ketimbang target pelaku pasar sekitar 200 ribu. (Ilh/Ahm)