Sukses

Buruh Minta Tambahan Komponen Kebutuhan Hidup Layak

Buruh menilai penetapan formula upah baru belum akan dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah serikat pekerja dan serikat buruh menyatakan penolakannya terhadap formula upah baru yang diumumkan pemerintah pada Kamis 15 Oktober 2015.

Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Muhammad Rusdi menilai pemerintah seharusnya mendorong kenaikan item kebutuhan hidup layak (KHL) yang selama ini jadi salah satu patokan penetapan upah minimum dibandingkan menciptakan formula perhitungan yang baru.

Dia menjelaskan, formula upah baru yang dikeluarkan oleh pemerintah membuat harapan akan adanya upah layak bagi buruh semakin jauh. Dengan formula perhitungan yang sebelumnya saja, lanjut Rusdi, upah yang diterima tidak mencukupi untuk kebutuhan buruh sehari-hari, apalagi dengan formula baru ini.

Dia mencontohkan, pada formula perhitungan sebelumnya yang berpatokan pada KHL, tarif sewa tempat tinggal bagi buruh dinilai masih jauh dari harga sewa yang riil di lapangan.

"Pada item rumah misalnya, masih dihitung dengan satu kamar atau menampung 60 item KHL, seperti kompor, kasur dan lain-lain. Kan tidak mungkin kompor dan kasur diletakan dalam satu ruangan, dibeberapa wilayah survei KHL-nya masih seperti itu. Sekarang untuk cicilan rumah saja yang paling rendah Rp 1 juta, sedangkan di item KHL harga sewa kamar hanya sekitar Rp 300 ribu-Rp 400 ribu," ujar Rusdi di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (16/10/2015).

Kemudian dari sisi kebutuhan makanan dan minuman, untuk buruh yang masing lajang setidaknya membutuhkan biaya sebesar Rp 1,3 juta per bulan. Dilihat dari sini, upah minimum yang ada saat ini saja tidak mencukupi kebutuhan makan dan minum buruh.

"Makanan dan minuman pada KHL ini untuk buruh lajang dengan usia 18-25 tahun bagaimana makan mereka, tidak mungkin mereka masak sendiri, bikin sayur sendiri. Yang simpel, makan pagi jika dihitung sederhananya nasi uduk pakai telor Rp15 ribu, siang makan nasi soto ayam dan es teh manis Rp 15 ribu, dan malam makan nasi goreng dan teh Rp 15 ribu. Total sudah Rp 45 ribu, kalau dikalikan 30 hari sudah Rp 1.350.000," jelas Rusdi.

Item lain yaitu soal transportasi. Perhitungan item ini harusnya menghitung uang yang dikeluarkan oleh buruh saat berangkat dan pulang dari tempat kerja. Untuk itu, setidaknya dalam sebulan buruh harus menganggarkan uang sebesar Rp 450 ribu.

"Harus dihitung kebutuhan transprotasi rumah menuju pabrik dan sebaliknya. Buruh setidaknya butuh naik angkot atau ojek, kemudian naik bus, kemudian ojek lagi. Sekali jalan Rp 15 ribu, dalam sebulan Rp 450 ribu. Dari ketiga item ini saja di total sudah Rp 2,85 juta. Belum soal pakaian, perlengkapan ibadah, sabun, sampo bedak, buah, pendidikan, kesehatan, rekreasi, tabungan," kata dia.

Dengan kenaikan yang rata-rata sebesar 10 persen per tahun, maka menurut Rusdi, buruh akan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

"Dengan tiga item ini saja sudah hampir Rp 3 juta. Dengan kenaikan upah 10 persen hanya di Indonesia seorang bekerja tapi tetap miskin, gajinya tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Padahal di negara lain bisa lebih dari itu. Bahkan pengungsi saja dapat jaminan pendapatan," tandas Rusdi. (Dny/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.