Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mempertimbangkan rencana kenaikan premi bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) tahun depan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi Rp 23 ribu per bulan.
Sebelumnya premi yang bisa ditanggung pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 19.225 setiap bulan bagi warga miskin.
Baca Juga
Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Ridwan saat berbincang dengan Liputan6.com, mengatakan, pemerintah telah mengajukan kenaikan premi kepada DPR RI dari Rp 19.225 per bulan menjadi Rp 23 ribu per bulan pada tahun depan.
"Begitu usulannya dari pemerintah kepada DPR, tapi kalau dari Bu Menteri Kesehatan (Menkes) mengusulkan iuran PBI naik jadi Rp 36 ribu setiap bulan. Itu angka yang bagus supaya tidak perlu lagi suntikan dana tambahan. Tapi kan jika Rp 36 ribu, pemerintah tidak kuat nanggungnya," ujar dia di Jakarta, Minggu (18/10/2015).
Menurut Ridwan, perkiraan kenaikan iuran bagi warga miskin ini sudah mempertimbangkan lonjakan peserta BPJS Kesehatan dari hampir 153 juta orang sampai saat ini menjadi sekitar 168 juta orang di tahun depan.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengungkapkan, pihaknya masih membicarakan kenaikan premi bagi PBI yang ditanggung pemerintah bersama Kementerian dan Lembaga terkait.
"Masih akan kami bicarakan dengan BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) soal hal itu (kenaikan iuran) untuk melihat persisnya perkiraaan di 2016," terangnya.
Askolani pun tidak dapat menjamin apakah dengan kenaikan tarif PBI ditanggung pemerintah menjadi Rp 23 ribu tidak akan membuat neraca keuangan BPJS Kesehatan tekor atau defisit lagi. "Saya belum melihat persis dampak hitungannya di tahun depan," tegas dia.
Dirinya mengaku, Kementerian Keuangan masih perlu mengkaji usulan Menteri Kesehatan yang meminta premi PBI naik menjadi Rp 36 ribu setiap bulan.
Advertisement
"Kita perlu kaji usulan tersebut, karena banyak hal yang harus dievaluasi kembali menurut pandangan kita," kata Askolani.
Moral Hazard
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro sebelumnya meminta kepada Menteri Kesehatan untuk memperbaiki sistem JKN ke depan supaya mengurangi moral hazard dan menyelamatkan BPJS Kesehatan.
"Saya inginkan perubahan atau perbaikan sistem, karena selama ini banyak hal yang over," kata dia.
Bambang menjelaskan, beban pengeluaran atau klaim di BPJS Kesehatan membengkak akibat melonjaknya peserta menjadi hampir 153 ribu orang sampai saat ini.
Dari data BPJS Kesehatan, pendapatan dari iuran yang masuk sebesar Rp 39 triliun, sementara pengeluaran (klaim) menembus Rp 41 triliun. Paling banyak peserta BPJS Kesehatan adalah pekerja penerima bukan upah atau peserta mandiri.
"Klaim rasio kalau 70-80 persen dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) kan normal, tapi ini klaim rasio peserta mandiri pernah mencapai angka di atas 1.000 persen. Jadi yang melakukan moral hazard itu peserta mandiri, kasusnya baru membayar iuran sekali, bisa cuci darah setelah agak sehatan, dia tidak setor iuran lagi," ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR, Misbakhun mengaku ironi mendengar data tersebut. BPJS Kesehatan, dinilainya sudah membebani sistem keuangan Negara ini karena dari defisit tersebut, pemerintah mengajukan pencairan cadangan pembiayaan Rp 1,54 triliun sebagai tambahan modal ke BPJS Kesehatan dalam APBN-P 2015.
"Di umur BPJS yang belum genap setahun malah jadi beban sistem keuangan kita. Kalau sistemnya tidak diperbaiki, Indonesia bisa menjadi negara bangkrut cuma karena jaminan sosial. Bagaimana mungkin bayar asuransi baru sekali, bisa klaim misalnya dalam dua minggu langsung cuci darah. Ini yang harus diperbaiki," tegas Politikus dari Fraksi Golkar ini. (Fik/Ndw)