Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Ditjen PPR Kemenkeu) menyatakan minat masyarakat terhadap Obligasi Ritel Indonesia (ORI) 012 di tengah perlambatan ekonomi dan ketidakpastian kondisi pasar keuangan.
Buktinya, penjualan ORI012 mampu melampaui target senilai Rp 27,4 triliun. Direktur Surat Utang Negara Ditjen PPR Kementerian Keuangan, Loto Srinaita Ginting mengungkapkan, sebetulnya realisasi pemesanan ORI 012 mencapai Rp 27,7 triliun atau lebih tinggi dari target indikatif awal Rp 20 triliun.
Baca Juga
"Awalnya target indikatif penjualan ORI 012 Rp 20 triliun, tapi naik menjadi Rp 25 triliun dan ditambah lagi jadi Rp 27,4 triliun," kata dia saat Konferensi Pers di katornya, Jakarta, Senin (19/10/2015).
Advertisement
Loto menjelaskan, surat utang ritel ini relatif masih menarik bagi para investor yang berprofesi sebagai pegawai swasta, pegawai negeri sipil (PNS) sampai ibu rumah tangga di saat beberapa bank menyesuaikan tingkat bunga tabungan dan deposito seiring penurunan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Rate.
"Dua pekan lalu, kurs rupiah menguat dan terjadi penurunan imbal hasil (yield) signifikan. Dengan adanya ekspektasi inflasi ke depan relatif rendah, sehingga potensi penurunan tingkat bunga sangat besar dan pemegang obligasi tergiur dengan capital gain (keuntungan)," papar Loto.
Jika dilihat dari data Kemenkeu, ORI Seri 012 menawarkan kupon tertinggi dibanding seri-seri lain sejak 2010. ORI Seri 007 yang diterbitkan pada 2010 dijual dengan kupon 7,95 persen, kupon ORI Seri 008 pada 2011 sebesar 7,3 persen, Seri 009 pada 2012 sebesar 6,25 persen, Seri 010 pada 2013 sebesar 8,5 persen dan seri 011 pada 2014 menawarkan kupon 8,5 persen.
ORI, kata Loto, merupakan satu-satunya obligasi negara yang didesain dengan pembayaran kupon 12 kali dalam setahun.
Sementara melalui lelang, kupon bunga dibayarkan setiap 6 bulan. "Jadi diharapkan investor memegang ORI sampai jatuh tempo," ujar dia.
Di sisi lain bagi pemerintah, sambung Loto, pemerintah memperkirakan adanya pelebaran defisit anggaran 2,23 persen dari sebelumnya 1,9 persen. Dengan penerbitan ORI 012, dia bilang, Kemenkeu bisa mengurangi penerbitan surat utang lewat lelang dan private placement.
"Penambahan defisit bisa ditutup dengan penerbitan ORI, jadi bisa mengurangi tekanan suplai penerbitan melalui lelang. Penjualan ORI012 melampaui target Rp 7,4 triliun, ini bisa mengurangi rencana lelang," tutur Loto.
Melalui perluasan basis investor ke ritel dan berasal dari domestik, dia bilang, neraca keuangan Indonesia bisa lebih aman mengingat perilaku investor tersebut tidak mudah goyah atau terpengaruh atas guncangan ekonomi. Kondisi ini berbeda apabila surat utang dimiliki institusi dan pihak asing.
"Kalau ekonomi lagi drop, kecenderungan perilaku investor institusi bisa melepas semua (surat utang). Tapi kalau investor ritel tidak akan terpengaruh. Investor ritel semakin banyak jumlahnya, semakin baik buat pengelolaan penerbitan kita dan bagi keuangan kita," jelas Loto.
Dari datanya, realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk menutup defisit anggaran pada APBN-P 2015 yang diperkirakan melebar menjadi 2,23 persen mencapai Rp 411,8 triliun (bruto) atau 89,29 persen dari target.
Dengan penerbitan ORI012, Loto memproyeksikan penerbitan surat utang negara bruto sebesar Rp 95,24 persen atau Rp 439,27 triliun dari pagu APBN-P 2015 sebesar Rp 461,2 triliun.
Untuk penerbitan SBN neto, sebesar Rp 300,79 triliun atau 97,91 persen dari patokan target Rp 307,2 triliun sampai akhir tahun ini. (Fik/Ahm)*