Sukses

Lobi-lobi Rizal Ramli dengan PM Malaysia Dongkrak Harga CPO

Indonesia dan Malaysia menguasai 85 persen produksi CPO dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengklaim ikut andil dalam penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, harga komoditas andalan ekspor Indonesia, yakni minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terkerek naik dalam kurun waktu sebulan.

Hal ini bermula dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) paska Rizal Ramli dilantik sebagai Menko Maritim untuk bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Dato' Sri Mohd Najib bin Tun Haji Abdul Razak atau biasa disapa Najib Tun Razak untuk membahas masalah CPO.

Rizal Ramli kepada Najib mengusulkan agar Indonesia dan Malaysia membentuk Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang merupakan perkumpulan negara-negara penghasil minyak bumi. Namun organisasi yang ingin dibentuk ini adalah negara-negara penghasil CPO.

"Indonesia dan Malaysia menguasai 85 persen produksi CPO dunia karena selama ini kita saling bersaing dan malah merugikan satu sama lain. Nah tugas Organisasi ini mengkoordinasikan soal harga dan stok," ujar dia di Jakarta, seperti ditulis Rabu (21/10/2015).

Rizal memperkirakan, harga jual CPO akan rebound atau bangkit di pasar global bakal meningkat apabila organisasi ini terbentuk. Dari hasil pembicaraan intens selama sebulan terakhir, mantan Menko Bidang Perekonomian ini mengaku, harga CPO mulai naik hampir US$ 100 per ton.

Pada perdagangan kemarin (20/10/2015), harga CPO berjangka untuk pengiriman Desember 2015 di Bursa Malaysia naik 1,16 persen menjadi 2.267 ringgit per ton, sedangkan harga sawit di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) naik 0,54 persen menjadi Rp 7.390 per kilogram.

"Sekarang saja sudah naik hampir US$ 100 per ton harga CPO dalam sebulan doang. Saya bantu memperkuat rupiah dengan cara begini," kata Rizal.

Dia mengusulkan pula kepada Najib, supaya Indonesia dan Malaysia membuat standar global terbaru. Caranya, mulai dengan mengharmonisasi standar antara Malaysia dan Indonesia yang diperkirakan akan selesai pada November 2015. Tentunya kebijakan tersebut tanpa melupakan nasib 4 juta petani plasma kecil di Indonesia dan 400 ribu petani di Malaysia.

Menurutnya, kedua negara juga sepakat untuk membangun zona ekonomi hijau untuk pertama kalinya bagi industri turunan CPO, seperti oleochemical, bahan untuk margarin, kosmetik dan sebagainya. Pilihan lokasinya, Rizal bilang, ada tiga opsi, yakni di Kalimantan Timur, Pontianak atau Duri.

Ide lainnya, dijelaskan Rizal, mengembangkan bahan bakar untuk jet dari CPO yang lebih ramah bagi lingkungan dibanding konsumsi avtur. Dengan begitu, mimpi Indonesia adalah menjadi produsen nomor satu bahan bakar jet dari CPO dengan nilai tambah 20-25 kali.

"PM Najib mengatakan kepada Pak Jokowi di Istana Bogor, soal CPO ini, Indonesia sudah bertemu dengan Menteri Malaysia sejak 2006. Sudah 16 kali pertemuan tidak ada hasilnya. Dan ini pemerintahan baru, hanya dalam waktu 1,5 bulan terakhir saja sudah ada hasilnya," pungkas Rizal. (Fik/Gdn)