Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menghilangkan pajak berganda untuk dana investasi real estate atau Real Estate Invesment Trust (REIT) dalam paket kebijakan ekonomi jilid V.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad mengatakan penghilangan pajak berganda untuk dana investasi real estate (DIRE) atau Real Estate Investment Trust (REIT) dapat mendorong perkembangan industri properti.
Muliaman menuturkan, selama ini pengembangan REIT atau DIRE ini terkendala pajak. Saat ini penerbitan REIT di Indonesia baru satu, dan nilainya kecil.REIT ini adalah salah satu sarana investasi baru yang secara hukum di Indonesia akan berbentuk kontrak investasi kolektif.
Advertisement
DIRE diartikan sebagai kumpulan uang pemodal yang oleh perusahaan investasi akan diinvestasikan ke bentuk aset properti baik secara langsung seperti membeli gedung maupun tidak langsung dengan membeli saham atau obligasi perusahaan properti.
DIRE diwajibkan menginvestasikan minimum 80 persen dari dana kelolaannya ke real estate di mana minimum 50 persennya harus berbentuk aset real estate langsung.
"Di Indonesia baru satu, itu pun masih kecil. Oleh karena itu, dengan potensi yang ada dan dengan cakupan lebih luas, kemudian tadi disampaikan ada pajak berganda dihapuskan sehingga mudah-mudahan mendorong," ujar Muliaman saat pengumuman paket kebijakan ekonomi jilid V di Istana Negara, Kamis (22/10/2015).
Muliaman mengatakan, perusahaan di Indonesia biasa menerbitkan REIT dan kemudian dijual di Singapura. Ia memperkirakan, nilai aset REIT itu mencapai lebih dari Rp 30 triliun.
"Jadi kalau nanti ada pemain lain yang akan menerbitkan DIRE atau REIT asetnya dan akan dijual di Indonesia, saya kira potensi pajaknya akan semakin besar. Ini sekaligus mendorong pertumbuhan infrastruktur properti real estate," kata Muliaman.
Selain itu, penghilangan pajak berganda untuk REIT juga diharapkan membuat sumber pembiayaan menjadi lebih besar. Hal itu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Dalam paket kebijakan ekonomi jilid V tersebut insentif yang diberikan:
1. Besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi dari 10 persen menjadi 3 persen bila diajukan revaluasinya hingga 31 Desember 2015.
2. Besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi menjadi 4 persen bila diajukan revaluasinya pada periode 1 Januari 2016-30 Juni 2016.
"Lebih lambat maka tarifnya lebih mahal tapi tetap di bawah tarif normal 10 persen," kata Bambang.
3. Besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi menjadi 6 persen bila pengajuan revaluasinya 1 Juli 2016-31 Desember 2016.
"Masih di bawah 10 persen tapi lebih tinggi dari dua periode sebelumnya," ujar Bambang. (Lukman/Ahm)