Sukses

Alasan Pengusaha Minta Impor Kosmetik Wajib Verifikasi

Kini produsen yang memiliki atau pabrik di dalam negeri harus membuat angka pengenal importir untuk umum.

Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia menilai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87 Tahun 2015 soal ketentuan impor produk tertentu belum mendukung industri nasional. Apalagi dalam ketentuan tersebut wajib verifikasi untuk impor kosmetik ditiadakan.

Ketua Umum DPP PPA Kosmetika Putri K.Wardani menuturkan, bila wajib verifikasi dihapuskan untuk impor kosmetik maka berdampak terhadap sektor kosmetik dalam negeri. Pertama, penghapusan verifikasi itu maka tidak mengetahui produk jenis apa yang masuk ke Indonesia dan dari negara mana.

Padahal dengan ada verifikasi industri dalam negeri juga dapat lebih mempersiapkan strategi dengan baik untuk mengatasi serbuan jenis barang impor yang masuk. Pemerintah sendiri juga dapat menggunakan informasi verifikasi yang ada sebagai masukan untuk bernegosiasi dagang lebih baik dengan korespondensi masing-masing negara terkait untuk kepentingan perimbangan neraca perdagangan.

Kedua, pemerintah juga seharusnya dapat mengarahkan negara dengan jumlah produk tertentu yang sudah cukup besar skala ekonominya untuk mengarahkan mereka berinvestasi secara industri dalam skema foreign direct invesment (FDI) atau bekerja sama dengan perusahaan lokal untuk melakukan outsourcing produk mereka.

"Ini akan sangat membantu pemerintah untuk memiliki data yang membantu negosiasi investasi untuk kepentingan nasional kita. Ini tentu lebih penting untuk diketahui dan ditata terlebih dahulu di dalam negeri hanya serta merta sekadar mengadopsi ketentuan WTO dan industri nasional tergilas olehnya," jelas Putri, saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (25/10/2015).

Selain itu, Putri juga menyayangkan pembukaan lebih luas untuk pelabuhan tempat impor yang masuk. Sebelumnya hanya tujuh pelabuhan untuk tempat impor. Dengan pembukaan lebih luas maka mempermudah impor dan masuknya barang ilegal.

"Kalau sekarang saja aparat belum bisa mengatasi untuk sektor kosmetik. Sekitar 20 persen saja barang yang beredar di Indonesia termasuk di jual secara langsung dan internet ilegal. Bagaimana dengan diperluasnya jumlah pelabuhan. Tentu hal ini sudah dapat dipastikan akan melonggarkan importasi dan masuknya barang ilegal," kata Putri.

Selain itu, Putri menjelaskan sebelum terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87 Tahun 2015 (Permendag), izin yang harus dimiliki produsen atau industri manufaktur adalah perusahaan memiliki Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). Sedangkan importir yang tidak punya industri harus memiliki izin API Umum (API-U). Angka pengenal importir tersebut pun dibedakan. Impor untuk keperluan industri akan dipermudah, sedangkan impor untuk kepentingan perdagangan lebih diteliti dan dimonitor.

"Sekarang semua termasuk produsen yang memiliki industri atau pabrik di dalam negeri harus membuat izin API-U. Sehingga yang ada, impor tidak bisa lagi dibedakan apakah produk impor itu untuk industri dalam negeri, dan atau hanya diperdagangkan dengan merek luar negeri," kata Putri.

Dengan melihat kondisi itu, Putri menilai kalau ketentuan impor produk tertentu lebih mendukung impor ketimbang industri nasional. Ini dinilai bertolak belakang dengan prinsip yang ada pada visi misi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yaitu kemandirian nasional dan pro investasi berbasis industri.

"Sehingga sebagai bagian dari industri dalam negeri, sektor kosmetik menolak kebijakan secara terselubung dapat mengerdilkan industri dalam negeri. Bagaimana kita dapat mencapai tujuan yang kita bersama kalau "how to" atau cara pencapaiannya tidak mengarah ke titik yang sama," tegas Putri.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu terbit pada 15 Oktober 2015. Aturan ini mulai berlaku pada 1 November 2015 hingga 31 Desember 2018. Dalam salah satu pasal di aturan itu memuat kalau ketentuan verifikasi atau penelusuran teknis impor tidak berlaku terhadap impor kosmetik. Padahal dalam pasal enam memuat kalau setiap pelaksanaan impor produk tertentu harus terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor di pelabuhan muat. (Ahm/Igw)