Â
Liputan6.com, Jakarta - Bisnis industri asuransi di Indonesia sangat berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sayang, peran industri keuangan non bank ini terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) masih relatif rendah sehingga masih dipandang sebelah mata.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani mengatakan, industri asuransi mengalami pertumbuhan meskipun belum terlihat signifikan. Apalagi kontribusinya masih rendah seiring peningkatan nilai PDB Indonesia.
"Industri asuransi berkembang sangat pesat dibanding negara ASEAN lain. Tapi karena perannya belum besar daripada industri keuangan lain, jadi kelihatannya belum signifikan. Angka-angka pertumbuhannya belum bergeser jauh, padahal PDB kita sudah masuk 16 besar dunia," jelas dia saat Peluncuran Buku 'Selami Asuransi Demi Proteksi Diri' di kantor OJK, Jakarta, Senin (26/10/2015).
Diakui Firdaus, potensi bisnis asuransi umum di Tanah Air sangat menggiurkan. Pasalnya, dia mencatat ada US$ 14 miliar potensi premi asuransi umum yang belum tergarap atau tersentuh di Indonesia. Jumlah itu setara dengan Rp 190,4 triliun (estimasi kurs Rp 13.600 per dolar AS).
"Ada potensi premi US$ 14 miliar asuransi umum yang belum tergarap di Indonesia. Jadi ini menggambarkan potensi pengembangan industri asuransi masih sangat besar," terangnya.
Dia menyebut, beberapa kendala untuk menumbuhkembangkan bisnis maupun sumbangan industri asuransi bagi PDB Indonesia, karena penetrasi pasar masih cukup rendah mengingat kurangnya pengetahuan maupun kesadaran masyarakat menggunakan jasa asuransi untuk kesehatan, investasi dan lainnya.
"Mungkin karena income per kapita masih rendah, masyarakat Indonesia belum menjadikan asuransi sebagai kebutuhan utama. Asuransi masih dianggap kebutuhan sekunder, bahkan tersier atau barang mewah. Jadi kami terus melakukan pendalaman pasar keuangan kepada masyarakat," pungkas Firdaus. (Fik/Gdn)