Liputan6.com, Jakarta - Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan sejumlah serikat pekerja lain terus melancarkan penolakan terhadap formula baru pengupahan serta penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, buruh punya alasan terkait penolakan tersebut. Dia menjelaskan, dalam PP ini upah buruh telah diatur oleh pemerintah dengan menerapkan formulasi upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Dengan penerapan formulasi tersebut, praktis akan menghilangkan andil serikat pekerja dalam dewan pengupahan dalam menentukan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten (UMK)," ujar Said dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (27/10/2015).
Advertisement
Dengan adanya PP ini, pemerintah dinilai telah merampas hak serikat pekerja untuk terlibat dalam menentukan kenaikan upah minimum. Padahal, keterlibatan serikat pekerja dalam menentukan kenaikan upah merupakan sesuatu yang sangat prinsip.
"Untuk diketahui, dengan diberlakukannya PP ini maka upah buruh akan naik paling tinggi hanya sebesar 10 persen dan akan berlaku selama puluhan tahun ke depan yang berdampak pada pemiskinan secara sistemik," kata dia.
Karena, lanjut Said, saat akan dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun ini, upah buruh Indonesia masih jauh di bawah negara lain sesama anggota ASEAN seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Singapura.
"Belum lagi, kesenjangan ekonomi akan semakin terbuka lebar dengan politik upah murah yang akan diberlakukan lagi mulai 2016," tandas Said. (Dny/Ahm)