Sukses

PLN Telan Rugi Rp 27,4 Triliun Gara-gara Rupiah Anjlok

Meski mencetak kenaikan pendapatan, namun PLN ternyata harus menelan rugi Rp 24,7 triliun akibat pelemahan rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Meski mencetak kenaikan pendapatan, kinerja keuangan PT PLN (Persero) pada kuartal III 2015 ini ternyata masih merah. BUMN kelistrikan itu mencatat rugi bersih Rp 27,4 triliun karena adanya rugi selisih kurs sebesar Rp 45,7 trilliun.

"‎Hal itu disebabkan adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap US$. Di mana kurs Rp/USD per 31 Desember 2014 dan per 30 September 2015 masing masing sebesar Rp 12.440 dan Rp 14.657)," kata Plt. Kepala Satuan Komunikasi Korporat‎ Bambang Dwiyanto, di Jakarta, Rabu (28/10/2015).

Dengan diberlakukannya Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 mulai tahun 2012, lanjut dia, sebagian besar transaksi tenaga listrik antara PLN dengan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dicatat seperti transaksi sewa guna usaha.

Kondisi ini berdampak pada liabilitas/utang valas PLN meningkat signifikan dan laba rugi PLN sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap valas.

Untuk mengurangi beban operasi akibat mata uang Rupiah terdepresiasi terhadap mata uang asing terutama dolar AS, mulai April 2015PLN telah melakukan transaksi lindung nilai atas sebagian kewajiban dan utang usaha dalam valuta asing yang akan jatuh tempo.

PLN mencatat kenaikan penjualan listrik sebesar Rp 20,7 triliun atau 15,56 persen menjadi Rp 153,9 triliun hingga kuartal III 2015. Pertumbuhan pendapatan ini berasal dari kenaikan volume penjualan menjadi sebesar 149,7 Terra Watt hour (TWh) atau naik 1,94 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 146,8 TWh.

"Serta adanya kenaikan harga jual rata-rata dari sebesar Rp 910,61/KWh menjadi Rp 1.036,16/KWh," ungkapnya.

Jumlah pelanggan yang dilayani perusahaan pada akhir kuartal III 2015 mencapai 60,3 juta pelanggan atau naik 13,78 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 56,5 juta pelanggan.

Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 82,9 persen pada September 2014 menjadi 87,3 persen pada September 2015.

Efisiensi

BUMN kelistrikan itu juga telah melakukan efisiensi sehingga subsidi listrik pada kuartal III 2015 turun sebesar Rp 37,28 triliun menjadi sebesar Rp 45,9 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 83,35 triliun.

Meskipun volume penjualan meningkat, namun beban usaha perusahaan turun sebesar Rp 13,3 triliun atau 7,45 persen menjadi Rp 164,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 177,9 triliun.

Penurunan ini terjadi karena program efisiensi yang terus dilakukan perusahaan antara lain melalui substitusi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan penggunaan batu bara atau energi primer lain yang lebih murah, dan pengendalian biaya bukan bahan bakar, serta turunnya harga komoditas energi primer.

Efisiensi terbesar terlihat dari berkurangnya biaya BBM sebesar Rp 28,46 triliun sehingga pada kuartal III 2015 menjadi Rp 27,4 trilliun atau 50,93 persen dari tahun sebelumnya Rp 55,9 trilliun.

Dengan demikian laba usaha perseroan pada kuartal III 2015 sebesar Rp 41,8 triliun, turun Rp 1,6 triliun atau 3,63 persen dibanding periode lalu sebesar Rp 43,6 triliun.

Pada kuartal III 2015, perseroan mengalami rugi bersih sebesar Rp 27,4 triliun terutama karena adanya rugi selisih kurs sebesar Rp 45,7 trilliun akibat menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Total aset Perseroan bertambah Rp 21,9 triliun dalam 9 bulan ditahun 2015 sehingga menjadi Rp 632,9 triliun per 30 September 2015 atau naik 3,59 persen dibanding 31 Desember 2014 sebesar Rp611,1 triliun.

Kenaikan total aset ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan aset operasional ketenagalistrikan sebesar Rp12,7 triliun (5,68 persen) sehingga menjadi Rp 549,5 triliun, sejalan dengan adanya investasi terutama pada proyek pembangkit dan transmisi.

 (Pew/Ndw)

Video Terkini