Liputan6.com, Jakarta - Tuntutan kenaikan upah buruh yang berlangsung setiap tahunnya dinilai menjadi akar masalah dari banyaknya pabrik yang pindah dari satu daerah ke daerah lain, bahkan hingga ke negara lain.
Namun hal tersebut dibantah oleh Sekretaris Jenderal Konferasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi. Menurutnya, pindahnya pabrik-pabrik tersebut bukan karena adanya [tuntutan kenaikan upah](2352657 "").
Dia menjelaskan, pabrik-pabrik dari industri manufaktur yang masuk kategori padat karya seperti garmen, sepatu, elektronik ini pindah bukan karena tingginya kenaikan upah, melainkan karena pabrik-pabrik tersebut memang mencari ongkos produksi murah, sehingga mengorbankan upah layak bagi pekerjanya.
"Seperti industri garmen, elekronik sepatu, itu bermerek semua. Tapi yang datang ke sini bukan owner langsung, melainkan broker yang cuma bawa surat order. Mereka daerah yang upah buruhnya murah, kemudian bebas pajak," ujarnya di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Kamis (29/10/2015).
Rusdi mengungkapkan, kebanyakan pemilik pabrik yang pindah tersebut tidak memiliki lahan dan mesin di Indonesia, melainkan hanya menyewa sehingga bisa dengan mudah pindah dan lepas dari tanggungjawab.
"Dari Jakarta misalnya, mereka pindah ke daerah-daerah lain, kemudian pindah lagi. Terus menerus begitu. Beberapa bahkan lahan cuma sewa, mesin leasing, kemudian kabur begitu saja," jelasnya.
Menurut Rusdi, pada tahun ini saja, setidaknya ada sekitar 3.000 buruh yang menjadi korban dari investor yang kabur tersebut.
"Ini yang kita sayangkan. Memang tidak banyak perusahaan yang seperti itu. Kalau tidak salah mungkin tidak lebih dari 10 perusahaan tahun ini. Tapi ada 3.000 buruh jadi korban," tandasnya. (Dny/Ndw)
Buruh Bantah Masalah Upah Bikin Investor Kabur dari RI
Tuntutan kenaikan upah buruh yang berlangsung setiap tahunnya dinilai menjadi akar masalah dari banyaknya pabrik yang pindah ke negara lain.
Advertisement