Liputan6.com, Jakarta - Di saat harga minyak mentah anjlok, bahan bakar minyak (BBM) Premium dan Solar di Indonesia masih terbilang mahal. Inilah satu dari beberapa alasan yang mendorong Fraksi Partai Gerindra menolak Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2016 menjadi UU APBN 2016.
Ketua Komisi VII DPR, Kardaya Warnika mengeluhkan sikap pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang tak kunjung menurunkan harga BBM. Saat ini, ia mengaku, harga minyak mentah terus menurun sejak akhir Juni lalu hingga sempat menembus level terendah US$ 40 per barel. Saat ini harga minyak merangkak naik, namun masih di bawah US$ 50 per barel.
"Turunkan harga BBM karena biaya pengadaan sudah merosot akibat penurunan harga minyak mentah yang lebih besar ketimbang pelemahan kurs rupiah. Rupiah melemah hanya 9 persen, sementara harga minyak dunia turun sampai 30 persen," kata dia saat Sidang Paripurna Pengesahan RUU APBN 2016 di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/10/2015).
Lebih jauh Kardaya menegaskan, saat ini rakyat di seluruh dunia atau negara lain sedang menikmati penurunan harga minyak dengan harga BBM yang lebih murah. Sebagai contoh, BBM Ron 95 setara dengan Pertamax Plus di Indonesia dijual seharga Rp 6.400 per liter. Ia mengaku, seharusnya harga BBM Premium Ron 88 bisa jauh lebih murah.
"Turunkan harga BBM supaya meringankan beban masyarakat kecil dalam situasi krisis ekonomi sekarang. Tapi pemerintah bilang tidak bisa, karena harus menutupi rugi PT Pertamina. Artinya rakyat hari ini suruh mensubsidi Pertamina, mana ada di seluruh dunia begitu, subsidi dibebankan ke rakyat," tegas Kardaya.
Berdasarkan alasan tersebut, katanya, Fraksi Gerindra menolak [RAPBN 2016](2353581 "") dari pemerintah Jokowi karena dianggap kurang transparan kepada rakyat. "Kebijakan itu mendasari kebijakan di RAPBN 2016. Tidak transparan pemerintah terhadap rakyatnya sendiri. Kami sangat setuju lebih baik RAPBN tidak disetujui karena pemerintah tidak transparan ke rakyat," tegas Kardaya.
Dari pengamatan Sidang Paripurna sejak pagi hari sampai sekarang, fraksi Gerindra berusaha menjegal dan menyandera RAPBN 2016 menjadi UU APBN 2016. Dalam penyampaian laporan hasil pembahasan RAPBN 2016 di Sidang Paripurna, fraksi Gerindra masih menolak APBN pertama yang murni disusun pemerintah Joko Widodo (Jokowi).
Fraksi di bawah kepemimpinan Prabowo atau rival Jokowi dalam bursa calon presiden 2014-2019 ini menolak secara tegas Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2016 kepada BUMN. Fraksi Gerindra berpandangan BUMN hakekatnya mampu menjadi agen pembangunan untuk menggerakkan ekonomi nasional dan memberi kontribusi terhadap pendapatan negara, bukan malah membebani APBN.
Fraksi Gerindra berpendapat PMN ini sebaiknya dialokasikan pada hal-hal yang langsung pro rakyat, antara lain peningkatan alokasi dana desa, infrastruktur pertanian yang menjaga kedaulatan pangan dan penanggulangan kebakaran hutan dan pelestarian lahan gambut.
"Target penerimaan pajak tahun depan yang naik 14,82 persen sebesar Rp 1.356,76 triliun tidak realistis, mengingat kinerja pemerintah dalam menghimpun pendapatan negara pada tahun ini sangat rendah," terang Anggota Fraksi Gerindra Edhy Prabowo. (Fik/Ndw)
Ini Alasan Fraksi Gerindra Tolak RAPBN Jokowi
Masalah harga BBM jadi salah satu alasan kenapa Fraksi Partai Gerindra menolak RAPBN 2016.
Advertisement