Liputan6.com, Jakarta Industri ekstraktif termasuk industri hulu minyak dan gas bumi (migas) kerap dituding merusak lingkungan. Benarkah demikian? Bagaimana negara menjamin bahwa kegiatan hulu migas tidak berdampaik buruk pada lingkungan?
Perlindungan lingkungan memang menjadi salah satu isu yang menjadi perhatian utama dalam industri hulu migas. Tata kelola yang buruk dalam proses eksplorasi dan produksi tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga akan merusak lingkungan sekitar.
Untungnya, sektor hulu migas sepenuhnya dikontrol oleh negara. Seluruh pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan usaha hulu migas diawasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sejak tahap eksplorasi hingga produksi. Mulai waktu menyusun rencana kerja dan anggaran (work program and budget/WP&B) hingga tahap pelaksanaan di lapangan, SKK Migas selalu mengawasi kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS). SKK Migas juga mewajibkan kontraktor KKS melakukan kajian awal saat akan mengoperasikan sebuah wilayah kerja melalui penyusunan Rona Lingkungan Awal (Environmental Baseline Assessment/EBA).
Advertisement
Studi EBA akan menginformasikan daya dukung lingkungan permukaan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi migas. Sementara dalam melakukan pengelolaan limbah sisa operasi dan sisa produksi, SKK Migas mendorong kontraktor KKS untuk menerapkan prinsip 5RTD, yakni reduce, reuse, recycle, replace, return to supplier, treatment, serta disposal.
Sejak tahun 2002, industri hulu migas mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Program dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini berupa kegiatan pengawasan dan pembinaan terhadap penanggung jawab baik usaha ataupun kegiatan di bidang pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Setiap tahun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan penghargaan PROPER dengan tujuan mendorong perusahaan untuk taat terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan (environmental excellency).
Pada tahun 2014, 90,25 persen kontraktor KKS telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencapaian tersebut membuktikan bahwa industri hulu migas turut peduli terhadap pengelolaan lingkungan dalam menjalankan kegiatan usaha dan bertanggung jawab kepada masyarakat sekitar.
Tak hanya itu, kontraktor KKS juga wajib melakukan pemulihan bekas penambangan (site restoration). Area yang sebelumnya menjadi bagian aktivitas usaha hulu migas harus dikembalikan ke kondisi semula seperti saat sebelum kegiatan eksplorasi dimulai. Kontraktor KKS wajib mencadangkan dana ASR (abandonment and site restoration) saat menyusun rencana pengembangan lapangan (plan of development/POD) untuk keperluan restorasi dan rehabilitasi wilayah kerja.
Dana yang dicadangkan disesuaikan dengan kondisi fisik lapangan migas dan harus ditempatkan di bank nasional milik pemerintah dan disetorkan setelah POD disetujui. Pencadangan dana ASR tidak hanya menjamin kondisi lingkungan tetap terlindungi pasca kegiatan operasi migas, tetapi juga memberikan efek lingkup berganda (multiplier effect) bagi perbankan nasional. Bank nasional menjadi lebih sehat karena memiliki rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang bagus dengan adanya penempatan dana ASR.
Pada fase ini, SKK Migas bertugas memastikan kontraktor KKS menjalankan proses penutupan dan pemulihan tambang dengan benar. Ke depan, SKK Migas terus fokus mendorong kreativitas industri hulu migas dalam membuat terobosan terkait pengelolaan lingkungan hidup.
(Adv)