Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuldjono mewanti-wanti kepada para pekerja konstruksi untuk mengutamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam mengerjakan sebuah proyek.
Hal tersebut disampaikan Basuki dalam acara Lomba dan Sarasehan Pekerja Konstruksi Indonesia yang diikuti ratusan pekerja konstruksi dari berbagai wilayah Indonesia di Balai Pelatihan Konstruksi, Jakarta.
Sebagai contoh, dirinya menyebutkan beberapa proyek yang sangat mengutamakan K3, yaitu proyek Sudetan Kali Ciliwung dan Mass Rapid Transit di DKI Jakarta. Ke dua proyek tersebut hasil kerjasama dengan Jepang.
"Bukan berarti Jepang lebih disiplin, tapi dalam pengerjaan proyeknya mereka diawasi langsung dari Tokyo sana, jadi manajemen pengawasannya bagus," kata Basuki di Jakarta, Senin (2/11/2015).
Baca Juga
Membandingkan dengan proyek-proyek yang dikerjakan di dalam negeri oleh perusahaan dalam negeri, Basuki sedikit menyindir dimana para kontraktor tersebut kurang mempraktekkan prinsip K3.
Dijelaskan Basuki, dalam pengerjaan proyek Sudetan Kali Ciliwung dan MRT tersebut melibatkan dua perusahaan dalam negeri. Namun dua perusahaan tersebut jika bekerja sendiri, tanpa melibatkan Jepang, proses dan hasil pengerjaannya kurang rapi.
Untuk meningkatkan kualitas kontraktor dalam negeri demi menghadapi pasar bebas ASEAN, ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Basuki yang tentunya bekerja sama dengan para kontraktor-kontraktor dalam negeri.
"SOP yang ceroboh ini yang perlu kita peringatkan terus, perlu secara terus-menerus ditingkatkan. Saya sepakat 2016 kalau perlu dimaksudkan dalam setiap kontraknya, dan kalau ada coba pura-pura lupa, langsung gugur," tutup Basuki.
Sertifikat
Sebelumnya, Basuki juga mengatakan bahwa masih banyak pekerja konstruksi yang belum memiliki sertifikat. Padahal, sertifikat tenaga kerja konstruksi penting apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Basuki mengatakan, salah satu upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM) jasa konstruksi adalah dengan melakukan sertifikasi dan sosialisasi terkait pentingnya tenaga kerja konstruksi bersertifikat. Sertifikasi tenaga kerja konstruksi menurut Basuki, bertujuan untuk melindungi tenaga kerja nasional agar memiliki nilai tambah dan siap dalam menghadapi liberalisasi perdagangan ASEAN 2015 dan Asia Pasifik 2020, serta badan usaha jasa konstruksi (BUJK) nasional agar memiliki tenaga kerja yang kompeten dan produktif.
"Dalam skala ASEAN, tenaga kerja konstruksi didorong untuk memiliki sertifikat ASEAN", kata Basuki.
Lebih lanjut dikatakannya, dalam skala ASEAN, tenaga kerja konstruksi didorong untuk memiliki sertifikat ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE) bagi konsultan dan ASEAN Architect (AA) bagi arsitek. Keduanya merupakan tiket masuk agar setiap tenaga ahli konstruksi bisa bekerja di seluruh negara ASEAN.
Basuki mengatakan, hingga kini total tenaga konstruksi di Indonesia mencapai 7,3 juta orang.
"Saat ini, pekerja konstruksi yang bersertifikat baru mencapai 6,5 persen yang terdiri dari 124.864 orang ahli dan 353.425 orang terampil," tuturnya.
Laju penambahan tenaga ahli dan terampil, lanjut Basuki, sebesar 73.500/tahun, sementara pemenuhan kebutuhan tambahan tenaga ahli dan terampil untuk mendukung tambahan investasi infrastruktur diperkirakan mencapai 500 ribu tenaga ahli dan terampil.
"Pemberdayaan tenaga kerja konstruksi mendukung program Nawacita Keenam Kabinet Kerja, yakni peningkatan produktivitas dan daya saing," tegasnya.
Perwujudan pemberdayaan tersebut menurutnya, membutuhkan kerjasama banyak pihak dan saling menguntungkan antara Pemerintah, pemerintah daerah, BUJK champions, LPJK, asosiasi, pekerja konstruksi dan para akademisi serta peneliti.
Basuki meminta perguruan tinggi agar memperkaya pengetahuan mahasiswa dengan menambah keahlian/keterampilan terapan disesuaikan dengan karakteristik daerah dan tantangan teknologi ke depan. (Yas/Gdn)