Liputan6.com, Jakarta - Komite Aksi Upah (KAU) yang terdiri atas berbagai serikat pekerja dan serikat buruh akan menggelar aksi mogok nasional selama tiga hari, yaitu pada 18-20 November 2015.
Pimpinan kolektif Komite Persiapan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPKPBI) Ilham Syah mengatakan aksi mogok tersebut akan dilakukan jika pemerintah tidak membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"KAU sedang mengorganisir aksi mogok nasional," ujarnya di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Senin (2/11/2015).
Dia menjelaskan aksi tersebut rencananya akan diikuti oleh sekitar 5 juta buruh yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Lambung, Bali, dan Makassar.
"Akan ada 5 juta pekerja yang ikut dalam aksi ini. Kami membuat seruan bersama untuk terus tolak PP 78. Aksi-aksi yang telah kami lakukan sebelumnya juga merupakan ekspresi penolakan dari terhadap PP tersebut," ucapnya.
Baca Juga
Sebelum menggelar aksi mogok nasional, buruh juga akan menggelar aksi di daerah masing-masing. Ilham menyatakan aksi ini tidak akan berhenti sampai tuntutan buruh dikabulkan oleh pemerintah.
"Kita sudah jadwalkan berbagai macam agenda. Kami akan terus melakukan penolakan terhadap PP Pengupahan dalam bentuk aksi di berbagai macam wilayah di mana jaringan serikat buruh itu ada. Nanti ada juga aksi dalam bentuk konvoi kendaraan dari NTB, Bali, Surabaya, Jawa Tengah, Jawa Barat. Semua masuk ke Jakarta. Juga dari Lampung dan Banten," katanya.
Untuk diketahui, pemerintah telah merilis paket kebijakan ekonomi jilid IV di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (15/10/2015). Dalam paket kebijakan yang baru tersebut, pemerintah telah menetapkan formula upah buruh yang baru.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan formula yang baru ini akan digunakan untuk perhitungan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun depan dan tahun-tahun berikutnya. Formula upah yang ditetapkan, yakni UMP tahun ini ditambah dengan persentase angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Jadi kalau inflasi 5 persen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen, ya 10 persen. Berarti tahun depan di daerah itu UMP adalah UMP tahun ini ditambah 10 persen," kata Darmin.
Dia memastikan formula yang ditetapkan sudah cukup adil. Sebab di negara lain, terutama di negara maju, besaran kenaikan pertumbuhan ekonomi tidak semuanya dimasukkan dalam komponen perhitungan upah buruh.
"Kenapa? Karena itu bukan hanya peranan buruh, tapi penusaha dan pemilik modal, jadi biasanya dibagi. Tapi di kita kesepakatannya inflasi ditambah seluruh pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Formula upah yang baru ini akan berlaku di hampir seluruh provinsi di Tanah Air, kecuali delapan provinsi. Alasannya, UMP di delapan provinsi ini dianggap masih di bawah standar kebutuhan hidup layak (KHL). (Dny/Gdn)**