Liputan6.com, Jakarta - Dalam kunjungan ke Batam pada Rabu, 4 November 2015, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani akan mengklarifikasi informasi rencana hengkangnya investor di Batam ke negara lain.
Ia menuturkan upaya klarifikasi itu dilakukan untuk mendapatkan informasi yang utuh terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh investor, terutama yang berlokasi di Batam.
"Batam memiliki makna strategis karena merupakan salah satu kawasan industri yang pertama kali didirikan di Indonesia. Kami akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan BP Batam untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif untuk Batam," ujar Franky dalam keterangan yang diterbitkan, Selasa (3/11/2015).
Advertisement
Ia akan melakukan dialog dengan beberapa investor di Batam. Selain perwakilan investor, dialog juga akan melibatkan Pemerintah Kota Batam, BP Batam, Apindo Batam, Himpunan Kawasan Industri serta Asosiasi Galangan Kapal Batam. Dia menambahkan langkah BKPM merupakan bentuk kehadiran negara dalam proses investasi, sehingga dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif.
"Selain melakukan dialog, kunjungan itu juga akan dimanfaatkan untuk melihat salah satu fasilitas investor yang telah beroperasi selama 25 tahun," kata Franky.
Baca Juga
Franky menuturkan ada tiga langkah BKPM untuk mewujudkan hal itu, antara lain penyederhanaan izin, memfasilitasi investasi terhambat, dan meningkatkan investasi.
Untuk perizinan, BKPM menargetkan adanya kepastian syarat dan waktu perizinan, sehingga tercapai izin yang cepat, mudah, transparan dan terintegrasi. Kemudian untuk memfasilitas investasi terhambat, BKPM telah identifikasi 80 perusahaan yang sedang dalam tahap konstruksi.
Dari 80 perusahaan itu tercatat, nilai investasinya mencapai US$ 19,07 miliar. Dengan rencana penyerapan sebesar 289.112 tenaga kerja, baik langsung maupun tak langsung.
Sebelumnya, sempat diberitakan kalau investor Jepang di Batam menyampaikan concern-nya dan mengancam hengkang karena terkait iklim investasi Vietnam yang dinilai lebih menarik, khususnya dalam hal isu tenaga kerja terkait upah dan perizinan tenaga kerja serta keamanan investasi.
Dari data dirilis BKPM periode Januari-September 2015, realisasi investasi Jepang menduduki peringkat ketiga teratas dengan nilai investasi mencapai US$ 2,49 miliar dan menduduki peringkat ketiga teratas dengan nilai mencapai US$ 2,49 miliar dengan jumlah proyek 1.315. Ini di bawah Singapura dengan jumlah US$ 3,5 miliar (1.998 proyek) dan Malaysia dengan investasi US$ 2,9 miliar (600 proyek). (Fik/Ahm)**