Sukses

Kebakaran Hutan Hambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pengamat ekonomi Faisal Basri pesimistis pertumbuhan ekonomi bisa mencapai target 4,7-5,1 persen seperti yang diperkirakan BI.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2015 sebesar 4,73 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2015 sebesar 4,67 persen dan kuartal I 2015 yang sebesar 4,72 persen.

Meski pada kuartal III ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri pesimistis pertumbuhan ekonomi bisa mencapai target 4,7-5,1 persen seperti yang perkirakan Bank Indonesia (BI).

Dia mengatakan, salah satu penyebabnya adalah kebakaran hutan yang terjadi beberapa waktu terakhir yang akan berdampak pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, salah satu penyumbang devisa ekspor, yaitu industri pulp dan kertas merosot.

"Kebakaran ini berdampak pada industri pulp dan kertas. Target perekonomian saya ragu bisa 4,7 persen. Ekspornya juga bakal di bawah target," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (6/11/2015).

Turunnya kinerja ekspor ini, kata Faisal, juga diperparah dengan adanya boikot yang lakukan oleh Singapura terhadap 12 produk kertas asal Indonesia.

"Target ekspor kita dengan adanya kebakaran hutan akan sulit mencapai target," jelasnya.

Faisal juga mempertanyakan, pernyataan pemerintah yang mengatakan ada ratusan perusahaan yang menjadi tersangka dari pembakaran hutan tersebut. Namun, sampai saat ini belum dibuka siapa saja pelakunya oleh pemerintah.

Dengan kondisi yang tidak pasti ini, menurut dia, persaingan pada industri pulp dan kertas di lapangan saling menghancurkan dengan kampanye negatif menuding sebagai pelaku kebakaran hutan.

"Ini kesempatan menghancurkan kompetitor perusahaan saingan. Orang jadi bertanya-tanya ini kena nggak ya, itu kena nggak ya," jelasnya.

Karena itu seharusnya jika terkait masalah hukum, seharusnya jangan disebut jika belum pasti. Dia juga menyayangkan, masyarakat juga jadi tersangka kebakaran hutan. Padahal, mereka membakar hutan dibolehkan oleh Undang-Undang (UU) Lingkungan Hidup.

"Ini pukul rata semua. Perusahaan yang baik kena juga. Padahal tidak bakar hutan," ungkap dia.

Sementara itu, pengamat kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Ricky Avenzora mengatakan, berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kebakaran hutan pada yang terjadi pada tahun ini justru menyebabkan persaingan bisnis yang tidak sehat.

"Belum tahu pelakunya udah ada ancaman pencabutan izin. Ini persaingan bisnisnya sudah sangat keras," kata dia.

Menurutnya, kebakaran ini memang terjadi hampir setiap tahun. Namun, untuk tahun ini diperparah dengan siklus 15 tahunan. Pada 1997-1998 juga pernah terjadi hal yang sama. Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah berhati-hati dalam menyelesaikan masalah kebakaran ini jangan sampai malah menghancurkan industri kertas, pulp dan sawit yang telah tumbuh di dalam negeri.

"Yang jadi pertanyaan kenapa pemerintah tidak peduli soal siklus ini? Kenapa tidak ada yang teriak?" terang dia. (Dny/Ndw)*

Video Terkini