Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) tetap mempertahankan pegawainya meski harga minyak dunia mengalami penurunan hingga 50 persen. Mengapa perusahaan pelat merah ini melakukan hal tersebut?
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, wajar jika sebuah perusahaan melakukan efisien dengan mengurangi karyawan saat keuangan perusahaan sedang tertekan.
Beberapa perusahaan di sektor migas pun melakukan hal tersebut. Alasannya, di tahun lalu harga minyak mentah ada di kisaran US$ 110 per barel. Sedangkan di tahun ini, harga minyak telah melorot hingga 50 persen di kisaran US$ 45 per barel. Namun Pertamina tidak mengambil langkah tersebut.
Baca Juga
"Kalau beberapa perusahaan minyak dunia menghadapi situasi sekarang mereka enteng, melakukan cut operasional, eksporlasi dan kurangi tenaga kerja dengan kisaran 40 persen hingga 50 persen untuk menghadapi penurunan harga yang mencapai 50 persen. Tapi Pertamina tidak bisa melakukan itu," kata‎ Dwi, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin (9/11/2015).
Dwi menjelaskan, alasan Pertamina tetap mempertahankan pegawainya dalam kondisi harga minyak yang merosot karena menurut Pertamina, pegawai atau karyawan merupakan aset paling penting bagi kemajuan perusahaan. Oleh karena itu, perseroan harus terus menjaga aset tersebut.
"Aset, dalam pengertian kita bukan hanya fix assets dalam neraca keuangan tapi aset tetap baik bergerak tak bergerak, aset di sini paling penting sumber daya manusia,"‎ tuturnya.
Dwi menambahkan, pegawai tersebut harus terus ditingkatkan pemanfaatannya karena telah terjadi perubahan besar pada sektor hulu migas, sehingga membutuhkan kemampuan sumber daya manusia yang lebih tinggi.
"Kami masuk dalam era perubahan sangat besar dimana nomor satu adalah aset SDM . Jadi harus terutilisasi sebaik mungkin, kalau tidak bisa utilisasi maka SDM tersebut akan menjadi non productive assets," pungkasnya.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga meminta kepada perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia untuk tidak melakukan PHK karena penurunan harga minyak dunia.
Kepala Hubungan Masyarakat SKK Migas, Elan Bintoro mengatakan, harga minyak yang menyentuh level US$ 40 dolar per barel membuat keuntungan industri hulu migas sangat tipis.
Elan melanjutkan, perusahaan yang bergerak pada pencariaan migas di negara lain banyak yang melakukan PHK atas kondisi penurunan harga minyak. Namun untuk di Indonesia, SKK Migas masih menahan perusahaan agar tidak mengambil keputusan tersebut.
"Selama ini PHK masih sebatas kita dalam ketenaga kerjaan sudah diatur, sejauh ini kita pertahankan permanent employee dipertahankan, tidak mudah dapat itu," ujar Elan. (Pew/Gdn)