Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi ekspor Indonesia pada Oktober 2015 sebesar US$ 12,08 miliar atau anjlok 20,98 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 15,29 miliar. Namun dibanding September 2015, pencapaian ekspor bulan kesepuluh ini turun 4 persen dengan volume ekspor naik 4,38 persen.
Kepala BPS, Suryamin menyebut, ekspor minyak dan gas (migas) mengalami penurunan 5,09 persen menjadi US$ 1,38 miliar pada Oktober ini dibanding realisasi US$ 1,45 miliar pada September lalu. Sedangkan ekspor non migas di Oktober ini sebesar US$ 10,71 miliar atau merosot 3,86 persen dibanding nilai ekspor padaa bulan kesembilan 2015 sebesar US$ 11,13 miliar.
Baca Juga
"Ekspor turun karena harga beberapa komoditas ekspor belum membaik, makanya turun signifikan dibanding Oktober 2014. Dari 22 komoditas yang terpantau, hanya 2 komoditas yang harganya mulai membaik, yakni kakao naik 2,3 persen dan jagung 5,09 persen," terangnya saat Konferensi Pers Neraca Perdagangan Oktober di kantor BPS, Jakarta, Senin (16/11/2015).
Advertisement
Suryamin menjelaskan, total nilai ekspor sepanjang Januari-Oktober ini mencapai US$ 127,22 miliar atau turun 14,04 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara kinerja ekspor non migas susut 8,77 persen menjadi US$ 111,46 miliar pada periode sepuluh bulan ini. Penyebabnya, sambung Suryamin, karena harga komoditas belum pulih.
"Nikel saja harganya anjlok sampai 34 persen, srim udang 29 persen. Tapi di sisi lain, volume ekspor naik karena permintaan cukup tinggi meskipun harga belum bagus," ucap Suryamin.
Baca Juga
Menurut pangsa impor non migas Januari-Oktober 2015, Suryamin mengatakan, Amerika Serikat (AS) di posisi pertama dengan nilai ekspor US$ 12,83 miliar (11,51 persen). Peringkat kedua Tiongkok US$ 11,01 miliar (9,88 persen) dan Jepang diurutan ketiga dengan nilai ekspor US$ 10,91 miliar (9,79 persen).
Ekspor non migas Indonesia ke ASEAN pada periode tersebut senilai US$ 23,01 miliar (20,64 persen) dan ke Uni Eropa mencapai US$ 12,45 miliar (11,17 persen).
"Dengan China, barang ekspor kita yang naik ke Negara tersebut, seperti bahan bakar mineral 3,71 persen, lemak dan minyak nabati 30,22 persen, karet 12,96 persen, ikan 14,04 persen dan alas kaki melambung 110,5 persen," tandas Suryamin.
Beberapa ekonom meramalkan Indonesia masih akan mencatat surplus neraca perdagangan pada Oktober 2015. Pencapaian tersebut bisa terjadi karena penurunan impor lebih besar dibanding ekspor di periode tersebut dibandingkan Oktober tahun lalu (year on year/YoY).
Ekonom dari Grup Research DBS Bank Ltd, Gundy Cahyadi memprediksi neraca perdagangan sepanjang Januari-Oktober 2015 akan mencapai surplus US$ 8 miliar atau meningkat dibanding realisasi US$ 7,13 miliar selama periode Januari-September 2015.
"Pertumbuhan ekspor secara YoY masih negatif 14,9 persen, dan impor negatif 17,9 persen. Dengan begitu, neraca perdagangan Oktober ini surplus diperkirakan US$ 500 juta," kata Gundy dari laporan resminya di Jakarta, Senin 16 November 2015.
Kepala Ekonom dari Danareksa Research Institute Damhuri Nasution memprediksi surplus neraca perdagangan di bulan kesepuluh ini lebih rendah dibanding periode September 2015."Surplus neraca perdagangan di Oktober 2015 diperkirakan US$ 885,7 juta karena pertumbuhan ekspor terkontraksi minus 16,38 persen dan impor minus 22,04 persen," ucap Damhuri. (Fik/Ahm)