Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menilai langkah Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong yang melonggarkan aturan impor, merupakan strategi guna meningkatkan kegiatan perekonomian di Indonesia yang sedang lesu.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengaku pihaknya tak mempermasalahkan kebijakan Thomas Lembong terkait penerbitan aturan Nomor 87 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Aturan tersebut sebelumnya diprotes pengusaha maupun mantan Mendag Rachmat Gobel karena memberi kesempatan lebih luas masuknya barang impor ke Indonesia.
Advertisement
"Saya tidak menyalahkan kebijakan Thomas Lembong, karena itu strategi supaya ekonomi tetap berjalan," tegas Sasmito saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (16/11/2015).
Ia berpendapat, wajar bila volume maupun nilai impor Indonesia dengan negara lain dengan tujuan memperbesar skala ekonomi Indonesia. Apalagi, impor diperlukan untuk bahan baku produksi. Meski demikian, BPS mengingatkan mantan Bankir itu untuk menggenjot ekspor.
"Impor naik boleh saja, asal ekspor juga naik jadi volume ekonomi membesar. Itu tidak masalah. Sejak awal tahun kan kita surplus, jika terlalu lama impor dibendung, artinya bisa mengganggu perekonomian, sebab kita impor bahan baku industri," papar Sasmito.
Indonesia, menurut dia, mempunyai peluang besar meningkatkan ekspor produk kreatif, selain barang tradisional atau komoditas primer.
"Pilihan Pak Jokowi tepat memacu ekspor selain produk primer, seperti produk kreatif yakni emas perhiasan, kopi luwak dan produk out of the box lain. Kalau ini bisa dilakukan, ekspor akan menanjak," jelas Sasmito.
Baca Juga
Dari data BPS, realisasi impor pada Oktober ini sebesar US$ 11,07 miliar atau turun 4,27 persen dibanding September 2015.
Sementara dibandingkan Oktober 2014 yang sebesar US$ 15,33 miliar, kinerja impor Oktober ini terkontraksi lebih dalam 27,81 persen.
Secara kumulatif, impor Januari-Oktober 2015 mencapai US$ 119,05 miliar atau 20,47 persen dibanding periode sama tahun lalu. "Ada impor-impor yang sengaja ditahan karena penguatan dolar AS dan kebijakan pemerintah menahan impor bahan baku untuk mendorong industri dalam negeri," terang Kepala BPS Suryamin.
Kontraksi impor terlihat dari penurunan beberapa produk, diantaranya, impor mesin dan pesawat mekanik merosot 15 persen secara kumulatif, mesin dan alat listrik turun 12 persen, plastik dan barang plastik 11,9 persen, besi dan baja turun 25 persen, gandum-ganduman 15,7 persen dan sebagainya.
Sementara ekspor Indonesia ke China dari Oktober 2015 ke September ini mengalami kenaikan 5,46 persen. Meliputi, bahan bakar mineral naik 3,69 persen, lemak dan hewan nabati naik 30,22 persen, produk kimia naik 24,96 persen, karet naik 12,69 persen, alas kaki menembus kenaikan 110,56 persen, besi dan baja 23,77 persen, plastik dan ikan masing-masing tumbuh 17,42 persen dan 14,04 persen. (Fik/Nrm)