Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) belum bisa mendapat keuntungan dalam bisnis Bahan Bakar Gas (BBG) karena harganya yang dijual belum sesuai dengan nilai keekonomian.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja mengatakan, Pertamina telah mengoperasikan berbagai infrastruktur BBG seperti pipa, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (BBG) dan Mobile Refuelling Unit (MRU). Neski sudah banyak usaha yang dilakukan, namun Pertamina belum mampu mengeruk untung dari kegiatan tersebut.
"Apresiais untuk Pertamina setinggi-tingginya karena bisa melaksanakan tugas pemerintah walau dalam menjalankannya belum dapat keuntungan," kata Wirat, saat meresmikan MRU, di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (16/11/2015).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Wirat, meski belum menghasilkan keuntungan bagi perseroan, program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) harus terus digalakkan karena dampaknya sangat baik, selain harganya yang lebih murah dari BBM jenis Premium, BBG juga ramah lingkungan.
"Program yang dijalankan oleh Pertamina ini sesuai dengan kebijakan energi nasional, mengurangi porsi BBM," tutur Wirat.
Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mengungkapkan, saat ini Pertamina menjual BBG denan harga Rp 3.100 ‎per Liter Setara dengan Premium (LSP) sedangkan harga keekonomiannya mencapai Rp 4.500 per LSP. Meski sudah mencapai keekonomian, harga BBG masih lebih murah ketimbang BBM.
‎"Sekarang jual Rp 3.100 LSP, kita tahu Premium itu harganya Rp 7.400 per liter. Keenonomian BBG Rp 4.500 per LSP itupun masih jauh di bawah Premium secara ekonomis masih jauh di bawah Premium," pungkasnya. (Pew/Gdn)