Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan Indonesia kembali mencatatkan surplus neraca perdagangan pada November dan Desember 2015. Prediksi ini seharusnya diikuti dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia/BI Rate untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Kepala BPS, Suryamin menyatakan, akumulasi neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2015 sudah mencapai US$ 8,16 miliar. Ia optimistis, Indonesia dapat meningkatkan volume ekspor di sisa akhir tahun sehingga kembali mencetak surplus.
Baca Juga
"Kalau hanya dua bulan, saya yakin masih tetap surplus, karena kebutuhan impor sudah dilakukan dari kemarin. Walaupun ekonomi global belum membaik 100 persen tapi ekspor masih bisa meningkat," ujar Suryamin di kantornya, Jakarta, Senin (16/11/2015).
Advertisement
Ia berharap, Bank Indonesia (BI) dapat mempertimbangkan realisasi surplus neraca perdagangan sehingga dapat mengambil langkah tepat menurunkan BI Rate karena Indonesia perlu memacu ekspor non migas ke negara lain.
"Kinerja surplus cukup bagus, pasti BI mempertimbangkannya (penurunan BI Rate). Sebab pengusaha perlu pinjaman dari bank untuk meningkatkan kegiatan bisnisnya, termasuk ekspor," jelas Suryamin.
Baca Juga
Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo menuturkan, kondisi ekspor dan impor Indonesia sampai akhir tahun ini akan mirip dengan realisasi di 2010. Nilai ekspor diramalkan Sasmito, tidak lebih dari US$ 150 miliar karena ada tambahan sekitar US$ 12 miliar dalam dua bulan terakhir. Sedangkan kinerja impor diperkirakannya akan di bawah US$ 150 miliar hingga akhir tahun ini.
"Saya kira berat sekali, artinya kondisi saat ini mirip 2010. Bayangan saya ini sudah di bottom atau terendah dalam beberapa tahun. Mungkin ada kenaikan, tapi di tahun depan. Kita bisa mengandalkan ekspor CPO, batu bara dan karet yang harganya mulai naik," terang Sasmito.
Ia menjelaskan, peluang surplus sangat besar di dua bulan terakhir. Alasannya, Sasmito bilang, tren ekspor November-Desember 2015 cenderung tinggi karena pengiriman ekspor produk primer dan industri terjadi di dua bulan tersebut.
"Harga CPO, karet dan batu bara lagi murah, jadi banyak yang beli. Ibaratnya good deal lah, karena takut tahun depan harganya naik, maka beli sekarang. Saya rasa harga bakal naik, sebab demand naik akibat ekonomi global membaik," jelas Sasmito.
Dengan demikian, lanjutnya, surplus neraca perdagangan sangat membuka ruang bagi BI untuk menurunkan BI Rate. "Surplus kita sudah banyak, kalau BI Rate turun bisa membantu pertumbuhan ekonomi. Kurs valas juga cenderung stabil, jadi memang ini murni kebijakan BI karena mereka independen," tandas Sasmito. (Fik/Ahm)