Sukses

Kenapa Freeport Ngotot Kontrak Tambang Diperpanjang?

Freeport menginginkan pemerintah memberikan perpanjangan kegiatan operasi mengeruk tambang

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia menginginkan pemerintah memberikan perpanjangan kegiatan operasi mengeruk tambang tembaga dan emas di Papua, setelah masa kontraknya habis pada 2021.

Apa ‎alasan Freeport Indonesia ngotot tetap beroperasi setelah 2021?

‎Juru Bicara PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, Freeport ingin kegiatan operasinya diperpanjang karena sebenarnya kontrak habis pada 2041. ‎

Namun, karena diterbitkannya Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, yang menetapkan masa kontrak habis setiap 20 tahun maka kontrak Freeport habis pada 2021.

"Karena sebenarnya Kontrak karya kita habis sampai 2041," kata Riza saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Selasa (17/11/2015).

‎Menurut Riza, Freeport telah melakukan perencanaan jangka panjang pengembangan yang tidak cukup waktunya untuk dilakukan sampai 2021. Untuk itu, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut ingin kegiatan operasinya diperpanjang setelah 2021.

 ‎"Tapi karena UU Nomor 4 Tahun 2009 itu pemerintah hanya memberikan fasilitas sampai 2021," ungkap ‎Riza.

‎Riza menambahkan, pengembangan tambang tersebut adalah pembangunan tambang bawah tanah, yang membutuhkan investasi besar untuk merealisasikannya.

"Kalau minning planing harus panjang, kita sudah buat underground sudah kita mulai. Tapi belum optimal, tapi kita mau lebih banyak investasi lebih banyak lagi," tuturnya.

Freeport Indonesia telah memberikan kepastian investasi sebesar US$ 18 miliar untuk mengembangkan penambangan bawah tanah terbesar di dunia, ‎dengan ke dalaman 1.300-3.000 kilometer (km) dan panjang 500 km.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengatakan, ketika bicara dengan  CEO Freeport McMoran Jim Bob Moffet, kedua belah pihak telah mendapat kesepakatan tentang perpanjangan usaha.

"Jadi setelah melakukan satu komunikasi intensif kami mencapai suatu kesepakatan menjaga kelangsungan investasi jangka panjang nilainya US$ 18 miliar," tutup Sudirman. (Pew/Ndw)